Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Perubahan iklim berpotensi menyusutkan produksi komoditi pertambangan maupun perkebunan sehingga mengganggu suplai di pasar global dan mengerek harga komoditi. Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh produsen untuk mencuil margin dari tingginya harga komoditi.
Timah, misalnya. harga timah kemungkinan reli menembus US$ 28.000 per metrik ton akibat cuaca buruk yang mengganggu produksi timah di Indonesia, negara eksportir timah terbesar di dunia. Apalagi, buruknya cuaca ini diprediksi akan terus berlanjut hingga tahun 2011.
“Nah, jika harga naik maka Indonesia diuntungkan,” kata Deddy Shaleh, Plh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis (7/10). Ia menghitung, keuntungan akan dirasakan perusahaan yang memiliki persediaan. Misalnya, PT Timah yang tentunya memiliki cadangan timah yang bisa dijual disaat harga tinggi.
ESDM memperkirakan, produksi timah dari Indonesia kemungkinan akan anjlok sekitar 20% menjadi 85.000 ton karena curah hujan yang ekstrim.
Setali tiga uang dengan sektor perkebunan. Ditengah produksi yang terganggu akibat curah hujan yang ekstrim, permintaan komoditi perkebunan dari Indonesia seperti kopi, kakao, karet maupun crude palm oil (CPO) terus meningkat. “Harganya akan naik dan komoditi ini semakin bernilai,” kata Deddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News