Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengungkapkan sejak tiga tahun lalu, saat menjabat Direktur Utama PLN, dirinya sudah menyadari krisis listrik akan terjadi di Sumatera Utara.
”Krisis terjadi karena kurangnya kapasitas yang terpasang, sementara kebutuhan terus meningkat. Namun, PLN kesulitan membangun pembangkit listrik di wilayah tersebut,” kata Dahlan, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dahlan mengatakan, ketika itu, PLN ingin membangun pembangkit listrik di Asahan. Dana sudah disiapkan US$ 250 juta (Rp 2,8 triliun) untuk membangun pembangkit listrik 180 megawatt. ”Kontraktor juga sudah ada. Namun, Gubernur Sumut (Syamsul Arifin) tidak mau mengeluarkan izin,” ujarnya.
Dahlan menyebutkan, apabila izin tidak dikeluarkan, Sumut akan mengalami krisis listrik. ”Dulu saya sampai perang terbuka dengan beliau di media, tetapi izin tak kunjung keluar. Sekarang gubernur baru sudah mengizinkan, tetapi sudah terlambat dua tahun,” ujarnya.
Dahlan juga pernah merencanakan membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Sarulla, Sumatera Utara, tetapi urung direalisasikan karena mendapat panggilan menjadi Menteri BUMN.
Krisis listrik di Sumut ini sudah menuai aksi protes masyarakat yang meminta PLN segera mengakhiri pemadaman bergilir ini. Pemadaman yang terjadi 2-3 kali sehari, masing-masing tiga hingga lima jam, membuat kehidupan warga Sumut terganggu.
Hingga kini PLTP Sarulla belum juga terealisasi karena direksi yang sekarang tidak berani membangun PLTP. ”Dulu kalau saya membangun, itu melanggar aturan karena PLN tidak boleh membangun sendiri pembangkitnya. Tetapi, saya nekat karena saya tidak bisa membayangkan Sumatera akan krisis listrik. Sayang, saya sudah keburu ditarik ke BUMN,” ujarnya.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Nur Pamudji, Sabtu (5/10), di Jakarta, menjelaskan, krisis listrik di Sumatera bagian utara dan Riau lantaran cadangan daya mengecil. Beban puncak pada sistem kelistrikan Sumatera bagian utara 1.650 megawatt, tetapi kapasitas terpasang 1.450 MW sehingga daya defisit 200 MW. ”Kecepatan penyelesaian proyek pembangkit tidak bisa mengejar pertambahan permintaan,” ujarnya.
Saat ini kondisi pasokan daya di wilayah itu pas-pasan sehingga rawan terjadi pemadaman listrik bergilir ketika ada unit pembangkit yang harus dipelihara atau mengalami gangguan. Apalagi beberapa pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada mengalami penurunan daya karena debit air turun pada musim kemarau. ”Beberapa PLTA hanya dioperasikan pada malam hari,” kata Nur.
Selain itu, penyelesaian sejumlah proyek pembangkit listrik 10.000 MW tahap satu di Sumatera bagian utara dan Riau juga terlambat. Hal itu di antaranya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Nagan Raya kapasitas 2 x 110 MW di Aceh, PLTU Pangkalan Susu kapasitas 2 x 220 MW di Sumatera Utara, dan PLTU Tenayan di Riau. Penyebabnya, antara lain, masalah kontraktor, pendanaan, dan pembebasan lahan.
PLN telah meminta izin khusus kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan DPR agar dapat mendatangkan mesin pembangkit listrik tenaga diesel atau genset dengan total kapasitas 310 MW secara bertahap untuk mengatasi krisis listrik itu. Sebagai tahap awal, genset 150 MW akan mulai beroperasi Oktober ini. ”PLN tidak boleh membangun PLTD baru karena akan menambah konsumsi bahan bakar minyak,” ujarnya.
Untuk Riau, PLN akan mengoperasikan genset kapasitas 50 MW. Upaya lain, pihaknya akan menyelesaikan konstruksi pembangkit listrik tenaga gas kapasitas 100 MW di Duri. Saat ini dua mesin gas sudah sampai di lokasi pembangkit, sedangkan tiga mesin gas diangkut melalui sungai. Pembangkit itu ditargetkan beroperasi pada Desember dengan pasokan gas 25 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dari Lapangan Jambi Merang.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman menyatakan, pemerintah telah menginstruksikan PLN agar segera mengatasi krisis listrik di Sumatera, termasuk menyewa genset sampai beberapa pembangkit di Sumatera beroperasi. ”Ini tidak menambah pemakaian BBM untuk kelistrikan secara nasional yang sebesar 6,2 juta kiloliter selama setahun,” ujarnya. (Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News