Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah dana universal service obligation (USO) operator sebesar 1,25% dari total pendapatan untuk pemerataan akses telekomunikasi di Indonesia sangat kurang. "Tidak cukup untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di 5000 lebih desa," kata Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI), dalam sebuah diskusi, Kamis (27/12).
Menurut Anang, di negara lain seperti India operator telekomunikasi wajib menyetor dana USO sebesar 5% dari pendapatan kotor. Namun BAKTI tak ingin membebani APBN maupun operator dengan menaikan dana USO. Untuk mengatasi kekurangan pembiayaan tersebut, BAKTI akan mencari solusi skema pembangunan tanpa memberatkan operator.
Terkait upaya ini, Alamsyah Saragih, Anggota Ombudsman Republik mengingatkan agar BAKTI tidak mencari keuntungan dalam skema pembiayaan. "Dalam melaksanakan USO ini BAKTI tidak boleh mencari keuntungan karena pemerintah wajib hadir di wilayah yang belum terjangkau akses telekomunikasi, khususnya di wilayah 3T," tegas Alamsyah. Menurut dia, peran BAKTI yang tadinya pelaksana USO, kini menjadi semi penyelenggara telekomunikasi.
Maka, harus ada aturan bagaimana interaksi dengan operator. Jangan sampai terjadi konflik Kepentingan antara pengelola dana USO dan operator: pengendali versus mitra bisnis. Ombusdman akan memantau dan mengawal semua keputusan, baik skema bisnis maupun tata cara operasional BAKTI. Jangan sampai ada mal administrasi apalagi berbenturan dengan operasional operator di lapangan yg bisa menyebabkan kerugian negara serta potensi kerugian lain. Alamsyah menyodorkan beberapa potensi mal administrasi. Di antaranya adalah potensi pelanggaran Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 33 ayat 1 dan 2 UU 36/1999 Undang-Undang Telekomunikasi, serta pasal 15 ayat 3, Pasal 25 PP 52/2000. Lalu potensi pelanggaran Putusan Mahkamah Agung Nomor: 01/PID.Sus/2013/PN.JKT.PST
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News