kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dampak Pendirian Palm Co, PTPN Lebih Fleksibel Dalam Jalankan Bisnis Sawit


Minggu, 24 Desember 2023 / 14:09 WIB
Dampak Pendirian Palm Co, PTPN Lebih Fleksibel Dalam Jalankan Bisnis Sawit
ILUSTRASI. Produksi CPO: Perkebunan kelapa sawit di Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Senin (25/9/2023). KONTAN/Baihaki/25/9/2023


Reporter: Ahmad Febrian, Sabrina Rhamadanty | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal bulan ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menggabungkan 13 perusahaan di bawah holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) menjadi Palm Co dan Supporting Co. 

Sub holding PalmCo  melalui penggabungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII ke dalam PTPN IV sebagai surviving entity dan pemisahan tidak murni PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV. Sedangkan sub holding SupportingCo melalui penggabungan PTPN II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV ke dalam PTPN I. 

Salah satu tujuan penggabungan ini adalah untuk efisiensi dan peningkatan berbagai indikator keuangan serta operasional BUMN tersebut. Pengamat ekonomi dan akademisi Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyatakan, dengan sub holding Palm Co, pendalaman usaha akan terbentuk. "Sehingga perusahaan juga lebih fleksibel mengatasi sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapi perusahaan dan Pemerintah dalam industri sawit nasional,” ujar Fahmy, Kamis (21/12). . 

PalmCo akan lebih leluasa mengembangkan bisnis di industri kelapa sawit untuk pangan atau untuk bahan baku energi. Sub holding ini diharapkan dapat lebih fleksibel mengakomodasi kebijakan-kebijakan nasional di industri. Di sistem sudah ada sub holding yang khusus menangani komoditas sawit. 

Baca Juga: Gapki Sebut Produksi, Konsumsi, dan Ekspor CPO Tumbuh pada Oktober 2023

Dia memaparkan setidaknya ada tiga tantangan industri sawit saat ini. Pertama, terkait kebijakan nasional untuk menjadikan sawit ini apakah untuk pangan atau untuk energi. Jika banyak untuk energi,  berpotensi kekurangan bahan baku sawit untuk pangan, misalnya minyak goreng. Sehingga harga minyak goreng bisa naik di dalam negeri. 

Di sisi lain, Indonesia belum punya teknologi di dalam negeri yang dapat mengolah sawit 100% menjadi bahan bakar nabati, sehingga menjadi  tantangan bagi PalmCo juga dan tantangan nasional.

Tantangan kedua, harga sawit yang masih berfluktuasi kadang naik dan kadang turun, terutama pada saat harga minyak sawit di pasar dunia naik. Keinginan perusahaan untuk mengekspor produknya keluar negeri akan sangat besar jika harga di pasar global naik, sehingga terjadi kalangkaan di dalam negeri yang disusul dengan terjadinya lonjakan harga di pasar domestik. 

Tantangan ketiga,  masalah yang belum selesai, yaitu penolakan dari berbagai negara, terutama di Eropa Barat, terhadap ekspor sawit karena isu lingkungan. Dia berharap Palm Co terlibat dalam melakukan lobi-lobi, sehingga peluang ekspor Indonesia tidak terhambat.

Sebelumnya Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) atau Indonesian Palm Oil Association (IPOA), Eddy Martono mengatakan, penggabungan ini sebenarnya tidak akan berpengaruh besar pada persaingan di industri sawit di bawah naungan BUMN atau swasta. “Bagus (penggabungan) dan tidak ada persaingan karena semua sudah ada pasar masing-masing,” ungkapnya, belum lama ini. 

Terkait pasar, Eddy menambahkan penggabungan ini juga tidak akan menekan industri sawit swasta, justru sektor swasta juga yang menjadi salah satu pasar Palm Co

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×