Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Moody's Investors Service menetapkan rating PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan obligasi yang akan ditawarkan di level Baa2. Sementara outlook Inalum negatif.
Inalum berencana menggunakan dana hasil penerbitan obligasi mengakuisisi saham perusahaan pertambangan dan pembiayaan kembali utang.
Peringkat Baa2 pada obligasi yang tengah direncanakan sejalan obligasi yang telah diterbitkan Inalum. "Penerbitan obligasi yang diusulkan untuk mendanai akuisisi 20%-25% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO), pembiayaan kembali utang Inalum dan anak perusahaan. Obligasi baru ini akan memperpanjang profil jatuh tempo utang Inalum," kata Nidhi Dhruv, Wakil Presiden dan Analis Senior Moody seperti dikutip dalam rilis Rabu (6/5).
Baca Juga: Moody's pangkas outlook Inalum menjadi negatif
Meski begitu, Moody's memperkirakan, kinerja keuangan Inalum akan melemah terimbas penurunan harga komoditas. Apalagi Inalum ada rencana akuisisi
saham Vale Indonesia yang didanai dengan utang. Kondisi ini akan mengerek tingkat utang konsolidasi Inalum menjadi US$ 6,5 miliar dan leverage yang disesuaikan bruto menjadi 8,0 kali pada tahun 2020 naik dari tahun 2019 di 6,2 kali.
Moody's memperkirakan leverage Inalum akan tetap tinggi pada tahun 2022 di level 8,0-8,5 kali. Inalum baru akan tertolong sampai PT Freeport Indonesia (PTFI) mulai membayar dividen. Hal ini bisa meningkatkan EBITDA konsolidasi grup. "Kami tidak melihat pengurangan tingkat utang absolut grup hingga 2022," ujar Dhruv.
Inalum memiliki 51,2% (ekuitas manfaat dibatasi hingga 41,2%) dari PTFI, yang mengoperasikan tambang tembaga terbesar kedua di dunia dan tambang emas terbesar di Grasberg. Pengembangan tambang bawah tanah di Grasberg masih sesuai rencana. Moody's memperkirakan, PTFI untuk memulai kontribusi dividen material pada 2022-2023.
"Meskipun tingkat utang akan naik namun biaya bunga tambahan akan diperoleh dari dividen perusahaan hulu terutama PT Bukit Asam Tbk (PTBA)," tambah Dhruv, Moody's Lead Analyst untuk Inalum.
Moody's memperkirakan, Bukit Asam akan menyumbang lebih dari 90% dividen yang diterima menerima dari anak perusahaannya. Anak perusahaan Inalum lainnya seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Timah Tbk (TINS) akan memberi dividen jauh lebih kecil karena secara finansial posisinya lemah.
Baca Juga: Tunggu RUPS, PTBA tetap usulkan rasio dividen tahun buku 2019 sebesar 75%
Meski begitu Inalum diuntungkan karena portofolio bisnis pertambangan yang dimiliki cukup terdiversifikasi di seluruh jenis komoditas seperti batubara, emas, nikel, timah, tembaga dan aluminium. Selain itu, memiliki biaya rendah dan beroperasi kompetitif secara global.
Tapi likuiditas Inalum lemah dengan sumber kasnya tidak akan cukup untuk memenuhi persyaratan belanja modal di seluruh grup sementara utang jatuh tempo utang US$ 1 miliar dalam 12-18 bulan ke depan. Namun, risiko refinancing rendah mengingat mayoritas saham Inalum dimiliki pemerintah dan memiliki akses ke bank dan pasar obligasi. Karena itu, Moody's mengharapkan Inalum untuk melakukan pembiayaan kembali tepat waktu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News