Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
Misalnya saja di Papua, kelistrikan yang paling bagus ada di Jayapura, lalu untuk menyambungkan listrik ke pelanggan lain yang rumahnya berada di dalam hutan PLN harus menarik kabel serta membangun travo dan keperluan lainnya.
Selain itu, rumah yang tersambung listrik juga hanya sedikit sehingga harga rata-rata per sambungan menjadi lebih mahal.
“Di Jawa kita narik kabel ketemu 100 rumah, tetapi di sana hanya 5 rumah dengan investasi yang sama sehingga rata-rata sambungan per pelanggan menjadi lebih mahal,” terangnya.
Baca Juga: DPR Restui Pemberian PMN Tahun 2023 Rp 73,26 Triliun, ini Daftar BUMN Penerima
Oleh karena itu, Adi mengatakan, diperlukan suntikan dana PMN karena jika dihitung-hitung secara korporat biayanya tidak masuk. Pasalnya, setiap proyek yang ada di PLN memiliki hitungan ekonomisnya yaitu kajian kelayakan proyek.
“Untuk mengejar rasio elektrifikasi bisa menjadi 100% pasti tidak ekonomis kalau dihitung ya udah pasti rugi ga ada yang mau investasi, di situlah negara hadir sehingga akses kelistrikan didapatkan oleh masyarakat,” terangnya.
Upaya Menekan BPP Lebih Baik
Untuk menekan BPP listrik di luar Pualu Jawa, Adi menjelaskan prioritas utama ialah mencari sumber listrik di sana, apakah ada energi primer atau tidak. “Jika ada potensi sumber listrik misalnya dari PLTMH kita akan bangun di sana karena sustainibility juga penting,” ujarnya.
Baca Juga: PLN Kebut Infrastruktur Kelistrikan Kawasan Industri Sebuku
Namun, apabila secara ekstrim di pulau tersebut tidak ada sumber energi yang murah, PLN akan membangun PLTS yang notabene investasinya masih terbilang mahal.
Adi menjelaskan, biaya rupiah per watt PLTS dan baterai sangat tinggi dibandingkan investasi pembangkit lain misalnya saja dengan pembangkit diesel. “Tentu secara ekonomis mana yang paling layak,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News