kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Daya Saing Tak Meningkat, Pemerintah Diminta Segera Evaluasi Penerima Gas Murah


Kamis, 10 Agustus 2023 / 12:49 WIB
 Daya Saing Tak Meningkat, Pemerintah Diminta Segera Evaluasi Penerima Gas Murah
ILUSTRASI. LPG untuk industri


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta untuk mengevaluasi sektor industri dan perusahaan penerima harga gas murah yang dinilai telah membebani keuangan negara.

Pasalnya sejak diberlakukan pada 1 April 2020, program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dengan banderol US$ 6 per MMBTU telah membuat tekor negara hingga Rp 29 triliun.

Sementara penerimaan negara dari para pelaku usaha penerima subsudi gas hulu tersebut diperkirakan hanya sekitar Rp 15 triliun.

“Evaluasi oleh pemerintah terkait kebijakan subsidi yang membebani keuangan negara ini jelas harus dilakukan. Tetapi harus ada riset dari Kementerian Perindustrian atau Kementerian PPN/Bappenas. Jadi harus dilihat apakah manfaat yang didapatkan dari program HGBT sejauh ini melebihi subisidi yang dikeluarkan pemerintah,” tegas Pengamat Ekonomi UGM Eddy Junarsin PhD dalam keterangannya, Rabu (9/8).

Baca Juga: Dorong Daya Saing Industri, Pemerintah Perlu Kebijakan yang Lebih Komprehensif

Eddy menambahkan, program HGBT ini otomatis menguntungkan industri yang masuk di dalamnya. Menurutnya tidak mungkin negara terus menerus memberikan subsidi, sementara penerima subsidi untungnya terus membesar karena subsidi itu.

“Untuk jangka pendek subsidi harus tetap ada, tetapi perlu berbagai perbaikan, termasuk kualitas produk yang dihasilkan harus semakin baik. Selain itu, komunikasi pemerintah harus lebih baik seperti misalnya alasan penetapan HGBT, industri yang dipilih, manfaat yang didapatkan,” lanjut Eddy.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, program harga gas US$ 6 per MMBTU menyebabkan penerimaan bagian negara hilang Rp 29,39 triliun.

Hilangnya penerimaan negara sebesar itu terjadi akibat penyesuaian harga gas bumi setelah memperhitungkan kewajiban pemerintah kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

“Pemerintah menanggung penurunan penerimaan negara sebesar Rp 16,46 trilun pada 2021 dan Rp 12,93 triliun untuk tahun 2022. Kebijakan HGBT mewajibkan pemerintah untuk menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontaktor,” jelas Direktur Jenderal Migas, Tutuka Ariadji dalam sebuah rapat dengan DPR pada April tahun ini.

Baca Juga: Menteri ESDM: Serapan Gas HGBT pada 7 Industri Penerima Belum Optimal



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×