Reporter: Merlinda Riska | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
JAKARTA. GlaxoSmithKline (GSK), sebuah perusahaan bidang farmasi dan kesehatan, ingin memperkuat bisnisnya di Indonesia. Perusahaan itu akan mengusung dan menjajakan produk merek globalnya di pasar Indonesia.
Sebagai contoh, melalui GSK Consumer Healthcare, perusahaan itu akan menghadirkan Eyemo tahun depan. Eyemo adalah produk tetes mata buatan GSK yang dijual secara global tapi belum masuk pasar Indonesia.
Selama ini, perusahaan tersebut menjual produk serupa dengan merek Insto di pasar lokal. Rupanya dengan menjajakan merek yang berbeda dengan merek globalnya, perusahaan itu harus merogoh kocek lebih besar untuk keseluruhan kebutuhan produksi hingga operasi.
Belum lagi, perusahaan tersebut harus memasukkan risiko kondisi makro dari pasar Indonesia. "Kalau diproduksi secara global lebih efisien dari sisi produksi dan lebih stabil dengan kondisi yang terjadi di suatu negara," terang Pawan Sud, General Manager, Consumer Healthcare Indonesia untuk GSK di Indonesia kepada KONTAN, pekan lalu.
Sekadar menyegarkan ingatan, GSK sudah menjual merek Insto kepada Pharma Healthcare Pte Ltd dan menjual pabrik kepada PT Pharma Healthcare. Transaksi yang terjadi pada Maret 2014 itu senilai Rp 133 miliar. Alih aset itu akan tuntas tahun 2015.
Eyemo adalah satu dari lima produk anyar yang akan dibawa GSK di Indonesia. Selain itu, akan ada empat produk anyar yang hadir di 2015. Produk-produk itu dari kategori nutrisi dan kesehatan kulit.
Saat ini GSK masih menunggu izin edar atas lima produk anyar itu. "Kami harap segera keluar sebelum pertengahan tahun depan," kata Pawan.
Harapan GSK Consumer Healthcare, keempat produk anyar itu bisa mencatatkan pertumbuhan penjualan 10% saban tahun. Sementara untuk produk lawas diharapkan bisa mencetak pertumbuhan penjualan 20% per tahun.
Di tengah tren pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, GSK Consumer Healthcare belum berencana mengerek harga jual produk di Indonesia pada tahun depan. Taksiran perusahaan itu, pelemahan nilai tukar tak akan berlangsung lama.
Namun, manajemen perusahaan itu tak memungkiri bakal ada penurunan margin keuntungan. Sebab, 50% produksinya berasal dari luar negeri . Lantas, sisanya 50% berasal dari pabrik di Bogor dan Pulo Gadung, Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News