Reporter: Azis Husaini | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Dewan Energi Nasional menyatakan, ketentuan tarif listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) yang dipatok 85% dari biaya pokok produksi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebabkan investor bingung. Untuk itu Dewan Energi mengusulkan ada bank khusus yang melayani energi terbarukan dan memberi insentif ke investor EBT.
Tantangan Permen ESDM No. 12 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik cukup beragam. Banyak investor panas bumi yang mengundurkan diri. "Bahkan utusan negara lain mendesak agar aturan baru itu direvisi," ujar anggota Dewan Energi Nasional Rinaldy Dalimi dalam rilis, Senin (8/5).
Dia mencontohkan, India telah mengembangkan 6.500 MW PLTS dengan harga US$ 0,07 per kwh, China 1.000 MW PLTS dengan tarif US$ 0,078 per kwh. Lalu Jepang dan Australia sudah menemukan efisiensi solar cell hingga 40%.
"Di Indonesia, tarif mengacu pada 85% biaya produksi PLN per wilayah. DI Jawa biaya produksi rendah, sehingga tidak menguntungkan, tapi luar Jawa biaya produksi masih tinggi, sehingga masih bisa menarik,” paparnya.
Dewan Energi mengusulkan pemberian insentif pajak. "Di India ada bank khusus EBT dan empat menteri untuk mengatur pengembangan energi terbarukan," ucapnya.
Rinaldy mengingatkan, EBT merupakan energi masa depan dan negara-negara maju terus mengembangkan jenis energi tersebut dengan pesat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News