Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah akibat konflik Iran-Israel, PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) tetap berhasil mencatatkan kinerja solid sepanjang kuartal I-2025.
Perseroan membukukan pendapatan sebesar US$181,15 juta, tumbuh 15,82% year-on-year (YoY) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Samudera Indonesia (SMDR) Siapkan Capex Hingga USD 250 Jutaan, Ini Fokus Penggunaanya
Laba bersih melonjak signifikan 52,73% YoY menjadi US$15,51 juta, dari sebelumnya US$10,15 juta.
Direktur Utama Samudera Indonesia Bani M. Mulia mengatakan bahwa meski situasi geopolitik menantang, operasional perusahaan masih berjalan normal dan aman.
“Sejauh ini terbukti bahwa perdagangan global tidak berhenti. Bahkan, pada 2025 ini volumenya justru meningkat,” ujar Bani dalam paparan publik di Jakarta, Senin (1/6).
Bani mengakui bahwa ketegangan di Selat Hormuz menjadi perhatian global, mengingat jalur ini merupakan satu-satunya akses laut yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab dan Samudra Hindia.
Penutupan Selat Hormuz akan berdampak besar pada rantai pasok energi dan pelayaran global.
Baca Juga: Samudera Indonesia (SMDR) Berharap Layar Tetap Terkembang
Namun, menurutnya, penutupan jalur tersebut secara teknis cukup sulit dilakukan. Aktivitas pelayaran internasional masih terus berlangsung hingga saat ini.
“Kami sudah mengantisipasi berbagai risiko geopolitik, termasuk melalui strategi mitigasi operasional,” jelasnya.
Dinamika Tarif dan Kapal China
Terkait situasi tarif pelayaran global, khususnya wacana pengenaan bea masuk terhadap kapal buatan China oleh pemerintah Amerika Serikat (AS), Bani melihat dampaknya belum signifikan.
“Meskipun sempat dikhawatirkan akan menekan daya saing kapal China, kenyataannya harga kapal tetap tinggi. Ini menunjukkan bahwa permintaan dan fluktuasi harga lebih kuat daripada tekanan dari kebijakan tarif itu sendiri,” jelasnya.
Baca Juga: Samudera Indonesia (SMDR) Catat Penurunan Laba 32% Jadi US$ 50,7 juta di 2024
Apalagi, kebijakan tarif tersebut masih dalam tahap negosiasi dan belum diterapkan secara luas.
Bani menilai bahwa prospek pasar pelayaran global saat ini masih positif, memberi ruang pertumbuhan bagi pelaku usaha termasuk Samudera Indonesia.
“Kami tetap optimistis bahwa tren bisnis akan terus membaik seiring meningkatnya aktivitas perdagangan global,” pungkasnya.
Selanjutnya: Naik Hari Ini, IHSG Melorot 3,46% Sepanjang Juni 2025
Menarik Dibaca: Tiket Diskon KAI Terjual 1,89 Juta Kursi, Ini KA dengan Tarif di Bawah Rp 100 Ribu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News