Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pengembangan Rempang Eco City dinilai akan membawa dampak positif yang besar terhadap perekonomian Indonesia ke depan. Lokasinya yang strategis akan memudahkan pengembangan kawasan tersebut dari sisi logistik.
Proyek ini sudah masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, kisruh antara warga yang terdampak dari pengembangan itu dengan aparat membuat pembangunan proyek itu tertunda dari semula ditargetkan dimulai pada 28 September 2023.
Wihana Kirana Jaya, Guru Besar Fakultas Ekonomi & Bisnis UGM mengatakan, pembangunan infrastruktur di era demokratisasi tidak semudah di era sebelumnya, terlebih jika melibatkan pembebasan lahan. Dibutuhkan pendekatan yang tepat, waktu yang cukup, dan kesabaran tinggi.
Sehingga pemerintah harus terlebih dulu mencari titik kompromi dengan win-win solusion agar proyek infrastruktur itu berjalan lancar. "Dalam pembangunan infrastruktur itu ada dua perspektif yang berbeda, yakni pihak yang membebaskan lahan dan warga pemilik lahan yang akan dibebaskan," kata dia dalam keterangan resminya, Senin (28/11).
Baca Juga: Resolusi Konflik Proyek Strategis Nasional
Ia bilang, konflik terjadi karena sebagian warga Rempang, khususnya di pulau Rempang bersikeras tidak mau pindah atau direlokasi ke tempat baru, yang semula Pulau Galang.
Rencana penataan pulau Rempang untuk pengembangan dan hilirisasi telah ditunda karena pemerintah memutuskan akan merelokasi penduduk ke lokasi baru yang masih berada di pulau Rempang, bukan ke pulau Galang. Presiden Jokowi telah menginstruksikan penyelesaian secara kekeluargaan.
Sejatinya, Wihana melihat pengembangan Rempang Eco City memiliki dampak positif yang besar ke depan. Menurutnya, wajar pemerintah memilih Pulau Rembang sebagai destinasi investasi. Selain karena potensi alamnya yang besar, lokasinya juga startegis, dekat dengan Singapura, pintu gerabng yang dapat mengakses ke banyak penjuru dunia, termasuk Tiongkok. Sehingga ongkos bahan baku pembangunan proyek itu bakal lebih murah.
Potensi dari Hilirisasi
Wihana menilai rencana Investor Xinyi Group dari Tiongkok membangun kawasan industri terpadu di Rempang memberi keuntungan bagi Indonesia. Seperti diketahui, Xinyi berencana menggelontorkan US$ 11,6 miliar untuk dalam delapan tahun depan untuk membangun pabrik pemrosesan pasir silika, soda abu, panel surya, pabrik kaca float, silikon industrial grade, polycrystalline silicon, pemrosesan kristal, beserta infrastruktur kawasan industri di sana.
Menurutnya, potensi cuan yang dibidik Indonesia adalah dari sisi pasar penel surya. Dalam beberapa tahun ke depan permintaan terhadap panel surya akan meningkat tajam. Potensi pasar Asean sangat besar, termasuk Indonesia. Soda abu dan pasir silika atau pasir kuarsa merupakan bahan baku utama pembuatan panel surya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, hasil pemrosesan pasir silika juga bisa jadi Integrated Circuit (IC) atau chips. Sehingga ada potensi pengembangan industri semikonduktor di kawasan itu. Sehingga, Indonesia berpeluang menjaring investor lain di bidang fabrikasi semikonduktor masuk ke Indonesia.
Baca Juga: Bahlil: Perpres Jaminan Kompensasi Warga Pulau Rempang Tinggal Diteken Presiden
Semikonduktor merupakan peralatan yang sangat dibutuhkan produk-produk elektrik dan teknologi dari beragam industri. Bahkan, program transisi energi hijau seperti sel surya dan tenaga bayu, tak akan berjalan tanpa semikonduktor.
Beberapa tahun terakhir ini, pasar semikonduktor global. Persaingan antara AS dan China di bidang ini juga terus memanas dan masing-masing melakukan inevstasio besar-besaran dalam memperkuat produksi semikonduktor lokal mereka.
"Di tengah perang chip kedua negara itu, investor Tiongkok mengalihkan perhatiannya ke Indonesia. Hal ini merupakan kesempatan emas bagi perekonomian Indonesia." tambah Wihana.
Kehadiran investor asing dalam pengembangan industri hilirisasi Indonesia saat ini sudah berjalan, yakni hilirisasi nikel di Morowali Sulawesi Barat dan tembaga di Gresik. Kehadirannya dipastikan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan membawa multiplier effect seperti hilirisasi, penerimaan pajak, dan utamanya pada penciptaan lapangan kerja.
Wihana mengatakan, hal serupa juga akan terjadi di wilayah Rempang. Pengembangan pulau ini akan juga berpotensi mensejahterakan masyarakat seperti, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan daya beli, hingga dapat menggerakan perekonomian yang menaikan taraf hidup.
Sementara terkait kepentingan konservasi lingkungan, Rempang Eco City akan memasok Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang mendukung transisi energi yang menjadi perhatian global untuk mengurangi emisi karbon. Dengan adanya EBT yang diproduksi, Indonesia sebagai produsen akan mendapatkan karbon kredit yang juga berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Diperlukan Pendekatan Humanis
Lebih lanjut, Wihana menekankan bahwa penanganan warga yang tergeser dari rencana pengembangan proyek itu harus mengedepankan pendekatan humanis, berbasis komunitas, dan inklusif.
Sosialisasi perlu dilakukan secara intensif melibatkan warga dan diperlukan mediator independen agar warga mendapatkan kesepakatan yang adil. "Kita perlu memahami posisi warga pulau Rempang yang harus bergeser, mulai dari sisi psikologis, hingga menyangkut penghidupan mereka di masa mendatang," ujar Wihana.
Menurutnya, kompensasi harus diberikan dalam rangka mendukung investasi hijau yang antara lain menghasilkan industri EBT untuk transisi energi.
Menteri Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelumnya menyampaikan akan disiapkan paket solusi untuk warga yang akan tergeser. Pertama, warga direlokasi ke
di pantai yang sama di pulau Rempang dan tidak terlampau jauh dari pesisir. Kedua, akan dibangun infrastruktur permukiman beserta dermaga di lokasi yang baru,termasuk fasilitas kesehatan dan pendidikan. Ketiga, dalam proses transisi, warga tergeser akan mendapatkan uang tunggu Rp 1,2 juta per orang dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta per KK.
Baca Juga: Kata Menteri Bahlil, 70% Warga Pasir Panjang Rempang Siap Pindah ke Tanjung Banun
Selain itu, tiap KK diberi lahan 500 meter persegi (m2), sertifikat, dan pembiayaan untuk membangun rumah tipe 45 maksimum Rp 120 juta dalam rentang waktu 6 – 7 bulan. Bila yang harganya di atas Rp 120 juta, sesuai hasil penilaian Jasa Penilai Publik, maka kelebihannya akan dikompensasikan sesuai dengan selisih nilai rumah.
Pada tahap pertama disiapkan akan hunian baru untuk 961 KK dari warga terdampak. "Paket solusi ini tampaknya cukup layak," kata Wihana.
Ia menyarankan agara Badan Pengusahaan (BP) dan Pemkot Batam juga bisa memfasilitasi terbentuknya koperasi nelayan di lokasi baru untuk mendukung operasional nelayan dalam melaut dan memasarkan hasil lautnya, termasuk menjadi pemasok untuk kawasan industri yang akan berdiri.
Koperasi nelayan ini dapat diberikan hibah (modal awal dan kantor sementara) serta mengelola program-program lain, misalnya fasilitas cold storage dan pembangunan tempat pelelangan ikan (TPI).
Selain itu, kata dia, BP Batam dan Pemkot Batam bersama-sama warga di lokasi baru dapat melakukan kegiatan konservasi. Solusi komprehensif ini sesuai dengan prinsip ekonomi demokratik berkelanjutan seperti komunitas, inklusi, dan pembangun kemakmuran bersama melalui koperasi. "Semua instansi terkait perlu bersinergi, satu suara dan satu irama dalam menyukseskan program strategis yang bernilai tinggi." pungkas Wihana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News