kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini buka-bukaan persoalan utang yang membengkak


Kamis, 02 September 2021 / 19:01 WIB
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini buka-bukaan persoalan utang yang membengkak
ILUSTRASI. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini buka-bukaan persoalan utang yang membengkak


Reporter: Filemon Agung | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Zulkifli Zaini buka-bukaan persoalan utang yang membengkak dalam beberapa tahun terakhir.

Zulkifli mengungkapkan, dalam periode-periode terdahulu investasi PLN dalam setahun bisa mencapai Rp 120 triliun, angka ini kemudian dipangkas menjadi Rp 100 triliun per tahun.

Belakangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta agar PLN memangkas biaya investasinya.

"Pada masa kami Kementerian BUMN meminta dari Rp 100 triliun diturunkan menjadi Rp 78 triliun ditahun ini," kata Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI, Rabu (1/9).

Baca Juga: Ketersediaan infrastruktur jadi tantangan pemanfaatan gas bumi di Indonesia

Zulkifli mengungkapkan, dengan berbagai program ketenagalistrikan maka kebutuhan investasi Rp 78 triliun pun masih belum bisa dipenuhi seluruhnya dari cash PLN. Menurutnya, dengan kondisi tersebut, PLN harus meminjam dari perbankan.

"Kalau bapak ibu lihat kenapa PLN itu punya pinjaman bank sampai hampir Rp 500 triliun karena memang cashflow PLN tidak cukup untuk biayai investasi Rp 100 triliun tiap tahun padahal labanya hanya Rp 5 triliun," ungkap Zulkifli.

Zulkifli mengungkapkan, demi mengatasi kondisi ini sejatinya kenaikan tarif listrik bisa menjadi solusi demi memangkas selisih dengan biaya penyediaan listrik yang terus meningkat. Apalagi sejak 2017 lalu, belum ada kenaikan tarif yang dilakukan pemerintah.

Namun, Zulkifli memastikan menaikan tarif pada kondisi pandemi covid-19 yang masih berlangsung jelas bukan langkah yang tepat.

Zulkifli melanjutkan, PLN kerap dikritisi karena dianggap memonopoli bidang usaha ketenagalistrikan namun masih tetap merugi. Menanggapi hal ini, dirinya menjelaskan dengan besaran utang yang mencapai Rp 500 triliun maka bukan perkara mudah bagi PLN. Apalagi, PLN menjalankan investasi dalam beberapa tahun terakhir dengan merujuk pada asumsi pertumbuhan konsumsi listrik 7% hingga 8%. Pada kenyataannya, konsumsi listrik kini hanya ada dikisaran 4,5%.

Baca Juga: Infrastruktur jadi tantangan pemanfaatan gas di sektor kelistrikan

"Sejak tahun lalu kami over suplai, kami juga beli listrik dari Independent Power Producer (IPP) dengan skema take or pay, harus tetap bayar kelebihan listrik," jelas Zulkifli.

Selain over suplai listrik, Zulkifli mengakui pihaknya juga kini tengah dihadapkan pada kondisi over suplai pasokan gas dimana PLN periode terdahulu melakukan kontrak jangka panjang untuk kebutuhan gas yang jauh diatas realisasi kebutuhan konsumsi yang ada.

Zulkifli mengungkapkan ditengah kondisi ini, komponen pembentuk biaya penyediaan listrik terus mengalami kenaikan seperti harga minyak dan batubara. Beruntungnya, untuk batubara, PLN dilindungi dengan harga US$ 70 per ton.

Dalam kondisi ini, PLN juga ditugaskan untuk melaksanakan sejumlah program ketenagalistrikan lewat program Penyertaan Modal Negara (PMN).

Zulkifli mengungkapkan, pihaknya sedianya mengusulkan agar PMN ditahun 2022 dapat diberikan mencapai Rp 10 triliun. Akan tetapi, Kementerian keuangan meminta PLN untuk menyiapkan skenario usulan sebesar Rp 5 triliun saja. Untuk itu, pihaknya berharap bantuan Komisi VI agar PMN ditahun 2022 dapat ditingkatkan sesuai harapan PLN sebesar Rp 10 triliun.

Dari jumlah tersebut, PLN menargetkan penggunaan PMN untuk proyek sektor EBT, transmisi, distribusi termasuk didalamnya pelaksanaan untuk program listrik desa dan Pembangkit EBT penunjang program listrik desa.

Zulkifli memaparkan, dengan beragam kebutuhan investasi yang ada dan besaran total investasi PLN yang mencapai Rp 78 triliun maka kehadiran PMN sejatinya masih menyisahkan selisih yang besar.

Baca Juga: Kinerja moncer, laba bersih Bukit Asam (PTBA) melonjak 38% di semester I-2021

"Kalau kita investasi Rp 100 triliun, PMN hanya Rp 5 triliun ya repot bapak ibu. Kalau Rp 100 triliun investasi mungkin PMN (harusnya) Rp 30 triliun setiap tahun," imbuh Zulkifli.

Zulkifli menjelaskan, kendati dengan kondisi tersebut pihaknya tetap berkomitmen untuk memenuhi penugasan yang diberikan.

"Lisdes tidak mungkin kita serahkan ke swasta, ini kan tidak feasible. Siapa yang mau melaksanakan Lisdes di ujung-ujung Indonesia. Secara umum saya sampaikan, kami komitmen jaga PMN betul-betul dilaksanakan sesuai rencana. Tapi kami mohon dibantu karena tahun 2022 kami minta Rp 10 triliun, dikasihnya hanya Rp 5 triliun," pungkas Zulkifli.

Selanjutnya: Produktivitas naik, listrik menjadi nadi bangkitkan asa petani saat pandemi covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×