kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.308   112,68   1,57%
  • KOMPAS100 1.122   17,07   1,55%
  • LQ45 893   15,82   1,80%
  • ISSI 222   1,93   0,88%
  • IDX30 458   9,65   2,15%
  • IDXHIDIV20 552   12,62   2,34%
  • IDX80 129   1,50   1,18%
  • IDXV30 137   2,55   1,89%
  • IDXQ30 152   3,19   2,14%

Dirut PLN: Transisi Energi Bisa Berjalan Mulus Jika Ada Kolaborasi


Sabtu, 24 Desember 2022 / 15:55 WIB
Dirut PLN: Transisi Energi Bisa Berjalan Mulus Jika Ada Kolaborasi
ILUSTRASI. Dirut PLN?Darmawan Prasodjo mengatakan, transisi energi bisa berjalan mulus kalau ada kolaborasi.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Agenda transisi energi sebagai langkah dalam menjaga ketahanan energi nasional dinilai memiliki peluang cukup besar. Terlebih Indonesia menyimpan berbagai sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan.

Selain membawa ketahanan energi, transisi energi juga sejalan dengan visi pemerintah dalam rangka mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Namun, dalam mewujudkan agenda transisi energi tidaklah mudah, butuh investasi besar, dan kerja sama kuat yang dilakukan oleh banyak pihak.

Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, perubahan iklim yang terjadi saat ini bukanlah permasalahan Indonesia saja tetapi juga global. Sehinga dibutuhkan sebuah kolaborasi tidak hanya di dalam negeri tetapi juga dengan berbagai negara.

“Indonesia sendiri telah menunjukkan keberhasilannya dalam Presidensi G20 melakukan berbagai kolaborasi, baik terkait policy, teknologi, information, hingga investmen dalam skala global. Kolabariasi tersebut dibutuhkan, karena transisi energi menuju NZE 2060 tidak bisa dilakukan sendirian.” kata Darmawan dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/12).

Baca Juga: PLN Proyeksi Konsumsi Listrik Tahun 2023 Naik 4,74%

Hal itu disampaikan Darmawan dalam Forum Transisi Energi antara SKK Migas dan PLN. Ia menambahkan, emisi gas rumah kaca di AS 15 ton perkapita per tahun, di Eropa 11 ton-12 ton per kapita per tahun dan di Australia sekitar 19 ton per kapita per tahun. Oleh karena itu, kata dia, masalah ini harus diatasi bersama-sama.

Ia bilang, selama 6 bulan Indonesia melakukan negosisasi dengan global sehingga dalam G20 telah  ditandatangani just energy transition program, dan berhasil dapat dukungan dana US$ 20 miliar.

Sementara Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha juga mengungkapkan, permasalahan energi memang tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak atau satu kementerian saja. Oleh karena itu perlu dibentuk Dewan Energi Nasional yang terdiri dari beberapa kementerian dan pemangku kepentingan.

Satya menyebutkan, adanya DEN dapat mendorong pihak-pihak tersebut dalam menjaga ketahanan energi. Sebagai contoh infrastruktur energi tidak bisa dibebankan kepada Kementerian ESDM karena di dalamnya terdapat aspek Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan.

“Maka komitmen transisi energi tidak bisa dijalankan tanpa komitmen dari seluruh komponen bangsa. Mudah-mudahan target Net Zero Emission akan tercapai di 2060,” kata Satya.

Hal serupa juga dilontarkan Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Shinta Damayanti. Dirinya memandang bahwa kolaborasi sangat diperlukan untuk membangun sebuah ekosistem. Adapun dalam hal ini diperlukan regulasi dan sinergi dari berbagai pihak.

“Jadi, kolaborasi beberapa kementerian dan tentu dengan roadmap yang sudah ada dan kita bentuk bersama-sama dan bersinergi. Kita bisa melaksanakan dan mencapai target yang sudah dibuat,” kata Shinta.

Terkait transisi energi sendiri ujar Shinta, pihak SKK Migas akan terus mengupayakan agar pemanfaatan gas bumi di Indonesia dapat terserap secara optimal. Salah satunya melalui pembangunan infrastruktur yang masif.

Ia menjelaskan dalam transisi energi, gas bumi dipandang sebagai komoditas strategis yang dapat dikembangkan lebih jauh. Mengingat, Indonesia menyimpan segudang kekayaan gas bumi yang cukup melimpah.

“Tentunya bisa segera dimonetisasi tapi kita tidak boleh lupa pada saat bicara gas kita harus bicara infrastruktur pemanfaatannya di industrinya karena gas itu memang harus kita tentukan siapa yang akan memakai," kata Shinta.

Baca Juga: Indonesia Sudah Punya 5 Skema Pendanaan Transisi Energi, Ini yang Harus Dipersiapkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×