Reporter: Dani Prasetya |
JAKARTA. Disinsentif ekspor kelapa sawit yang dilansir melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No128 tahun 2011 diarahkan untuk memacu investasi baru dengan nilai mencapai triliunan rupiah. PMK itu mengatur tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar sebagai perubahan atas PMK No67/PMK.011/2010.
PMK tersebut merupakan payung hukum pelaksanaan restrukturisasi bea keluar untuk kelapa sawit dan produk turunannya. Prinsipnya, tarif bea keluar produk hilir khususnya minyak goreng bakal diberlakukan lebih rendah ketimbang tarif yang diterapkan pada bahan bakunya yaitu kelapa sawit.
Selain itu, tarif bea keluar untuk minyak goreng curah dan kemasan (bermerek) ditetapkan pada tingkat yang cukup rendah. Lalu, produk hydrogenated, bungkil dan PFAD sebagai bahan baku industri mendapatkan pengenaan bea keluar.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengutarakan, kebijakan itu digunakan untuk membendung ekspor kelapa sawit besar-besaran yang menyebabkan rendahnya utilisasi industri hilir.
Apalagi, dari total produksi kelapa sawit sebesar 23 juta ton, sekitar 13,5 juta ton langsung habis untuk kebutuhan ekspor. Sisanya untuk kepentingan industri hilir yang utilisasinya pun masih minim. Misalnya, minyak goreng 44% dan biodiesel 10%.
Dengan adanya regulasi baru itu, menurutnya, akan menarik investasi di sektor hilir. Seperti, investasi industri hilir di tiga lokasi klaster IHKS (Sei Mangke, Dumai, dan Maloy) dengan perkiraan nilai US$3 miliar. "Disinsentif ini diharapkan menarik minat investor lain berinvestasi," ujarnya, Kamis (8/9).
Selain itu, lanjut Hidayat, penerapan bea keluar itu akan memberikan dampak ekonomis berkembangnya 43 jenis industri hilir kelapa sawit. Bahkan, perusahaan besar sudah berkomitmen membangun investasi baru berbasis kelapa sawit dengan nilai lumayan besar.
Yaitu, Wilmar Group mendirikan integrated oleo chemical senilai US$900 juta, Permata Hijau Group membangun integrated oleo chemical sekitar Rp2 triliun, Domba Mas mendirikan fatty acid and fatty alcohol senilai US$180 juta, dan PTPN III mendirikan kawasan industri plus pabrik oleo chemical senilai Rp 3 triliun.
Namun, untuk diketahui, batas minimum pengenaan bea keluar pada PMK No128 tahun sebesar US$750 per ton, sedangkan pada PMK No67/PMK.011/2010 ditetapkan sebesar US$700 per ton.
Lalu, untuk batas atas bea keluar pada PMK baru ditetapkan 22,5% atau turun dari ketentuan PMK lama sebesar 25% pada tingkat harga US$1250 per ton. Aturan baru itu menetapkan bea keluar lebih tinggi untuk kelapa sawit pada tingkat harga di bawah US$1100 per ton terutama pada tingkat harga US$950-US$1100 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News