kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,99   -12,74   -1.37%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diskriminasi terhadap sawit meningkat, manfaat sertifikat RSPO dipertanyakan


Selasa, 26 November 2019 / 22:44 WIB
Diskriminasi terhadap sawit meningkat, manfaat sertifikat RSPO dipertanyakan
Diskusi ?Evaluasi Penyerapan CPO Bersertifikat di Pasar Global di Kementerian Pertanian, Selasa (26/11)


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

Adapun perwakilan petani yang hadir dalam diskusi mengakui terjadi ketidakadilan bagi petani peserta RSPO. Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO, menyebutkan anggotanya dikejar-kejar mengikuti  sertifikasi RSPO. Setelah dapat, harga yang diterimanya tetap sama. 

“Mereka (petani) dijanjikan harga bagus. Tapi tidak ada. Permintaan minyak sawit bersertifikat lebih rendah dari produksi. Pembeli yang ingin minyak sawit bersertifikat jumlahnya juga sedikit. Artinya, tuntutan sertifikat bagian politik dagang negara pembeli seperti Eropa. Kita dituduh merusak hutan dan lingkungan. Padahal, yang menuduh belum tentu pahan dan mengerti sawit,” tegasnya. 

Baca Juga: CPOC dorong standardisasi sertifikasi seluruh minyak nabati

Para pembicara sepakat bahwa Indonesia harus berdaulat di kancah perdagangan sawit global. Bungaran mengakui program  B30 dapat meningkatkan permintaan minyak sawit domestik dan  sebaiknya dapat berjalan konsisten. Saat ini, pasar CPO terbesar berada di India dan Tiongkok. Termasuk juga kebutuhan pasar domestik setelah B30 berjalan. 

“Tapi, kita harus paham bahwa Indonesia punya peluang mengisi kebutuhan pasar minyak sawit dunia.  Kita harus melihat peluang itu, jangan diabaikan. Itu sebabnya, produktivitas dan kualitas harus diperhatikan bersama,” pungkas Bungaran.

Baca Juga: Indonesia harus tegas mengenai posisi sawit dalam perjanjian dagang internasional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×