Reporter: Filemon Agung | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti lambannya perkembangan proyek-proyek kilang milik PT Pertamina. Jokowi mencontohkan lambannya proyek Kilang Minyak dan Petrokimia Tuban oleh Pertamina meskipun sudah ada investasi dari Rosneft, perusahaan asal Rusia.
"Rosneftnya pengen cepat tapi kitanyan gak pengen cepat. Ini investasi yang gede sekali, Rp 168 triliun tapi realisasinya baru kira-kira Rp 5,8 triliun," ungkap Jokowi dalam Rapat Pengarahan Presiden kepada Komisaris dan Direksi Pertamina-PLN, dikutip Sabtu (20/11).
Merujuk pemberitaan Kontan, tercatat ada sejumlah proyek kilang baik itu Refinery Development Master Plant (RDMP) maupun Grass Root Refinery (GRR) yang kini tengah dilaksanakan PT Pertamina.
RDMP Balikpapan
Proyek RDMP Balikpapan tercatat masuk sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) ini ditargetkan bisa beroperasi pada tahun 2024.
Baca Juga: Jokowi soroti lambannya proyek kilang Pertamina
PT Kilang Pertamina Balikpapan (PT KPB) mencatat progress proyek hingga lebih dari 43% pada akhir Oktober 2021. Progress tersebut memiliki signifikansi bagi tahapan ketahanan energi Indonesia mengingat RDMP Balikpapan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi produk BBM dan Non-BBM dari 260MBSD menjadi 360MBSD.
PTH Direktur Utama PT KPI, Suwahyanto mengungkapkan bahwa kinerja progress RDMP Balikpapan telah melampaui target reforecast 43,03%.
“Hingga akhir Oktober, RDMP Balikpapan berhasil melakukan realisasi lebih besar 0,25% dari target reforecast, dimana realisasi proyek mencapai 43,28%. Percepatan ini didukung oleh percepatan delivery peralatan Long Lead Item (LLI) yang mayoritas telah tiba di Balikpapan tahun 2021,” imbuh Suwahyanto dalam keterangan resmi.
Percepatan tersebut dinilai selaras dengan peak construction RDMP Balikpapan yang diestimasi terjadi pertengahan tahun 2022.
Baca Juga: Integrasikan Jaringan, PGN (PGAS) Geber Pembangunan Infrastruktur Pipa dan Non-Pipa
RDMP Balikpapan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah dari 260MBSD menjadi 360MBSD. Selain itu, RDMP Balikpapan bertujuan meningkatkan kompleksitas kilang dari 4.4 menjadi 8.8 yang dihitung melalui Nelson Complexity Index. Yang tak kalah pentingnya, RDMP Balikpapan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk menjadi Euro V dan target penyerapan TKDN minimum 30%.
RDMP Balongan
Proyek yang juga masuk dalam PSN ini per September 2021 realisasinya memasuki tahapan Engineering, Procurement, and Construction (EPC) RDMP Balongan Fase ke-1 telah mencatat angka 30,43% dari target 29,77%.
"Capaian EPC dari RDMP Balongan terutama ditunjang dengan percepatan konstruksi, dimana saat ini konstruksi sudah terealisasi sebesar 36,22%. Angka ini cukup jauh melampaui target yang ditetapkan sebesar 28.159 %,” jelas Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, Ifki Sukarya dalam keterangan resmi, Rabu (22/9).
Ifki melanjutkan bahwa di bulan September 2021, RDMP Balongan Pertamina sudah memulai proses konstruksi untuk Mechanical & Piping.
Ifki dalam keterangan resmi tersebut mengungkapkan, proyek ini diharapkan rampung pada Mei 2022 mendatang dan mampu mengolah BBM ramah lingkungan berstandar euro IV/V.
Baca Juga: Melihat komitmen Pertamina untuk pengembangan energi baru terbarukan
Selain itu, program RDMP ini juga bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas pengolahan crude, meningkatkan kuantitas produk, dan meningkatkan kompleksitas kilang agar dapat menghasilkan lebih banyak produk bernilai tinggi.
RDMP Cilacap
Proyek ini ditargetkan dapat meningkatkan kapasitas pengolahan dari semula 348.000 barel per hari menjadi 400.00 barel per hari. Proyek ini ditargetkan rampung pada 2022.
Sebelumnya, Pertamina digadang-gadang bakal bekerja sama dengan Saudi Aramco untuk proyek ini, sayangnya rencana tersebut urung terlaksana. Selain sejumlah proyek RDMP di atas, Pertamina juga tengah berfokus melaksanakan pengembangan kilang atau RDMP di Dumai dan Plaju.
Jokowi soroti Kilang Tuban dan TPPI
Kemudian, Pertamina juga bakal membangun kilang baru melalui proyek GRR Tuban. Secara khusus, Jokowi menilai pembangunan GRR Tuban tergolong lamban padahal investor sudah siap untuk berinvestasi.
Baca Juga: Kilang Pertamina Internasional cari partner untuk bisnis petrokimia
"Rosneftnya pengen cepet tapi kitanya gak pengen cepet. Ini investasi yang gede sekali, Rp 168 triliun tapi realisasinya baru kira-kira Rp 5,8 triliun," ungkap Jokowi.
Jokowi melanjutkan, dalam pengembangan Kilang Tuban diketahui ada permintaan untuk revitalisasi dan pembangunan jalur kereta api hingga jalan tol. Menurutnya permintaan ini tidak menjadi masalah karena pemerintah juga akan bertanggung jawab untuk proses pembangunannya.
Sayangnya, permintaan fasilitas penunjang ini tidak dibarengi dengan perkembangan proyek kilang. Menurut catatan, perkembangan proyek bahkan belum mencapai 5%.
Selain itu, Jokowi turut menyoroti proyek kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) Pertamina yang dinilai lamban. Padahal, pengembangan petrokimia dan industri turunannya diyakini bisa menekan angka impor sejumlah produk.
"Ini barang substitusi impor ada di situ semuanya. Turunan dari ini banyak sekali yang petrokimia di situ," tegas Jokowi.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 melandai, PGN optimistis volume penjualan gas tumbuh lagi
Jokowi bahkan mengakui pernah membentak direktur utama Pertamina Nicke Widyawati karena progres yang disampaikan merupakan sesuatu yang sudah berkali-kali didengar.
Jokowi melanjutkan, jika pengembangan petrokimia berjalan maka Pertamina dan pemerintah sama-sama memperoleh keuntungan. Jika substitusi impor berjalan maka bakal berdampak pada membaiknya neraca perdagangan serta neraca transaksi berjalan.
Dikonfirmasi terpisah, Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, Ifki Sukarya menjelaskan, proyek pengembangan petrokimia di TPPI terdiri dari dua proyek yakni revamping Aromatic TPPI dan pembangunan petrokimia olefin.
Ifki mengungkapkan untuk revamping aromatic TPPI terbagi lagi menjadi dua fase. "Fase I, pembangunan Outside Battery Limit (OSBL) 5 unit tangki untuk memaksimalkan produk paraxylene 600 ribu ton," ujar Ifki kepada Kontan, Minggu (21/11).
Baca Juga: Pertamina Trans Kontinental terapkan digitalisasi untuk memonitor operasi peralatan
Ifki melanjutkan fase I diharapkan rampung akhir Desember 2021 mendatang. Kemudian fase 2 meliputi upgrading Inside Battery Limit (ISBL) untuk meningkatkan kapasitas dari 600 KTA menjadi 780 KTA yang ditargetkan akan selesai di 2023 nanti. Serapan investasi untuk kedua fase ini mencapai US$ 238 juta.
Sementara itu, untuk Proyek pembangunan petrokimia olefin saat ini dalam proses tender untuk pembangunan. "Meliputi Basic Engineering Design, Front End Engineering Design (FEED) dan eksekusi project (EPC) dimana ditargetkan beroperasi tahun 2025," jelas Ifki.
Kehadiran proyek ini diharapkan mampu menghasilkan produksi polyprohylene dan polyethylene dengan serapan investasi mencapai US$ 3,9 miliar.
Selanjutnya: Harga minyak dunia tinggi, Pertamina masih kaji tren harga rata-rata MOPS/Argus
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News