kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dollar mahal, bisnis konser musik tetap menghentak


Senin, 14 September 2015 / 16:43 WIB
Dollar mahal, bisnis konser musik tetap menghentak


Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Dunia bisnis hiburan pertunjukan musik masih tetap asyik di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Buktinya, para promotor masih menggelar hajatan musik, seperti konser Bon Jovi di Jakarta pekan lalu.

Adrie Subono, pemilik Java Musikindo mengatakan, kelesuan ekonomi tidak terlalu berdampak pada antusiasme penonton, karena pergelaran musik sebagai kebutuhan konsumsi masyarakat untuk hiburan.

"Promotor musik hanya terkena imbas dampak pelemahan nilai tukar (kurs) mata uang rupiah terhadap dolar," katanya, kepada KONTAN, akhir pekan.

Pasalnya, para promotor menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) untuk membayar artis dari luar negeri, sedangkan pendapatan berasal dari mata uang rupiah.

Sayangnya, promotor tidak dapat menaikkan harga tiket konser untuk menanggung beban fluktuasi nilai tukar, karena akan menekan daya beli konsumen. "Mereka ingin membayar tiket sepadan dengan konsernya," tambah Adrie.

Sejauh ini bisnis promotor musik masih menguntungkan bagi Adrie yang mendirikan Java Musikindo sejak tahun 2014, namun ia enggan menyampaikan pendapatan secara detail.

Ke depan, jika mata uang Garuda terus lesu maka Java Musikindo akan memperhitungkan kembali untuk mendatang artis dari luar negeri di sisa tahun 2015 atau tahun depan, kecuali dapat mendatangkan pengunjung puluhan ribu orang.

Sependapat, Hendra Noor Saleh, Direktur Dyandra Promosindo menilai, perlambatan ekonomi tak cukup kuat menghempaskan industri hiburan di Tanah Air.

Misalnya, Dyandra Promosindo mencatat, antusiasme penonton dari konser Michael Bubble pada Januari 2015. Pihaknya, mampu menjual 12.000 tiket untuk artis asal Kanada.

Serta, perusahaan meraup pendapatan Rp 500 juta dari penjualan 9.000 tiket konser Ariana Grande di bulan Agustus 2015. Sebenarnya, perusahaan menjual 12.000 tiket namun 3.000 tiket untuk klien. "Bahkan banyak artis yang minta konser di sini," tambah Hendra.

Sejauh ini, perusahaan yang terafiliasi Grup Kompas Gramedia mengaku belum ada dampak penurunan pendapat selama pelemahan ekonomi ini. Strategi perusahaan adalah selektif menggelar konser musik di sini seperti pemilihan artis yang diminati untuk ditonton oleh masyarakat.

Dari sisi tempat, Dyandra Promosindo mengandalkan Indonesia Convention Exhibition (ICE) di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) untuk menggelar konser.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×