Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi VII Rofi Munawar meminta pembahasan antara pemerintah dan industri untuk menerapkan patokan harga batubara dalam negeri atau domestik market obligation (DMO) bagi pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak boleh memberatkan konsumen akhir (end user).
Tarif listrik Indonesia dengan harga batubara yang berlaku saat ini, kata Rofi, cukup kompetitif. Maka dapat dipastikan ada disparitas harga jika pemerintah dan industri menyesuaikan harga tersebut dengan apa yang terjadi di pasar global.
“Tentu perlu mekanisme yang lebih bijak, untuk menghindari biaya pokok penjualan (BPP) yang berpotensi membebani konsumen akhir," terangnya melalui siaran pers yang diterima, Selasa (6/2).
Rofi meminta konflik harga yang terjadi antara PLN, pemerintah dan industri terhadap harga yang terbentuk melalui mekanisme pasar harus segera diselesaikan dengan cermat dan jangan sampai mengganggu pasokan listrik nasional.
"Kami ingatkan Pemerintah untuk konsisten menjaga tarif listrik tidak naik agar daya beli masyarakat tidak menurun dan industri dalam negeri bisa berjalan dengan baik. Apalagi Pemerintah telah berkomitmen tarif listrik tidak naik hingga Maret 2018" tegasnya.
Legislator asal Jawa Timur ini juga mendorong Pemerintah menentukan formula penerapan tarif listrik yang menunjang stabilitas harga listrik. Memasukkan harga komoditas berdasarkan harga internasional dalam formula adalah langkah yang cukup berisiko karena volatilitasnya yang cukup tinggi dan tidak bisa diintervensi oleh pemerintah.
"Di sisi lain, keberlanjutan industri terkait (dalam hal ini batubara) juga harus diperhatikan. Penetapan harga nasional di bawah harga internasional dirasa masih jadi opsi terbaik mengingat industri batu bara sudah mengalami untung besar akibat kenaikan HBA, dan pos pemanfaatan dalam negeri yang hanya 25%." jelasnya.
Maka dari itu, Rofi pun meminta supaya pemerintah terus melakukan diversifikasi energi ke arah energi baru terbarukan. Sebagaimana diketahui, meski belum mencapai target kontribusi EBT terutama air, panas bumi, dan bioenergi pada pembangkit listrik terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Namun per 2017 penggunaan energi baru terbarukan baru menyumbang 11 % dari total konsumsi energi primer nasional. "Dengan kondisi harga komoditas batubara yang volatile, percepatan pertumbuhan EBT mutlak diperlukan" pungkasnya.
Sebagai informasi, Kebutuhan batubara PT PLN untuk pembangkit listrik terus meningkat dari setiap tahun. Pada tahun 2016 sebesar 84,8 juta metrik ton (MT), tahun 2017 sebesar 85 juta MT, tahun 2018 sebesar 89 juta MT dan diproyeksikan pada tahun 2026 akan mencapai 153 juta MT. Konsumen utama dari batubara adalah PLN digunakan sebagai bahan pembangkit listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News