Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bakal rampungnya draf amandemen kontrak PT Newmont Nusa Tenggara pada April mendatang merupakan langkah maju bagi pemerintah dalam menerapkan amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Namun demikian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta transparan untuk membuka hasil renegosiasi kontrak tersebut kepada masyarakat.
Marwan Batubara, pengamat pertambangan mengatakan, Kementerian ESDM seharusnya melaporkan draf hasil revisi kontrak kepada DPR RI sebelum disahkan menjadi amandemen kontrak. "Jangan seperti yang sudah terjadi pada PT Vale Indonesia Tbk, tanpa adanya evaluasi dewan ataupun uji publik," kata dia, usai mengikuti seminar renegosiasi kontrak tambang dan pembangunan smelter, Selasa (3/3).
Menurut dia, persetujuan DPR RI ataupun keterbukaan ke publik atas naskah amandemen kontrak harus dilakukan agar kesepakatan antara pemerintah dan perusahaan masih sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
"Misalnya saja amandemen kontrak Vale yang ditandatangani Oktober 2014 lalu, kok diberikan kewajiban divestasi hanya 40% saham, padahal aturannya kan 51% saham. Setelah amandemen kontrak Vale dilakukan, barulah diterbitkan PP Nomor 77/2014 yang mengatur kemudahan divestasi," kata Marwan.
Selain itu, Vale juga hanya dibebankan royalti nikelmatte sebesar 2%, padahal dalam PP Nomor 9/2012 ditetapkan 4% dari harga jual.
Dia menambahkan, nantinya jika draf amandemen kontrak Newmont sudah rampung, pemerintah seharusnya meminta persetujuan lebih dahulu agar hal serupa tidak diulang. "Hal-hal yang disepakati dalam amandemen kontrak harus sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Marwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News