Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan amandemen kontrak karya (KK) PT Newmont Nusa Tenggara dapat ditandatangani pada April mendatang. Pemerintah juga telah mengajukan usulan draf perubahan KK ke perusahaan tersebut untuk diminta masukannya.
Sukhyar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, secara umum poin-poin perubahan dalam draf revisi KK masih sesuai dengan memorandum of understanding (MoU) amandemen kontrak yang habis pada Selasa (3/3) ini.
Namun, masih terdapat dua dari enam poin renegosiasi yang masih perlu pembahasan lebih detail. Pertama, terkait pembangunan pabrik pemurnian (smelter).
"Kami tunggu kepastian Newmont dan PT Freeport Indonesia untuk membuat kerjasama baru mengenai smelter. Tapi, harus lebih meningkat, musti ada rencana share Newmont di smelter tersebut," kata Sukhyar di kantornya, Selasa (3/3).
Kedua, persoalan peningkatan penerimaan negara lewat sektor pajak. Sukhyar bilang, untuk pengenaan pajak badan dan kenaikan tarif royalti emas, tembaga, dan perak menjadi 3,75%, 4%, dan 3,25% sudah tidak ada masalah.
Newmont juga bersedia membayar bea keluar sebesar 7,5% dari harga patokan ekspor (HPE) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Namun, perlu ada pendalaman dari Kementerian Keuangan mengenai detail fiskal, seperti pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak pertambahan nilai (PPN)," kata dia.
Sukhyar mengatakan, pemerintah masih menunggu respons dari Newmont terkait draf revisi kontrak yang telah diajukan pemerintah. "Kami akan tunggu saja, mungkin nanti akan dijawab setelah kepastian kerjasama smelter akan diberikan sebelum 19 Maret depan," ujar dia.
Terkait empat poin renegosiasi lainnya, kata Sukhyar, sudah tidak ada persoalan. Misalnya, Newmont bersedia meningkatkan konten lokal, dan mau menciutkan lahan tambang menjadi 66.422 hektare.
Newmont juga tengah memproses divestasi 51% sahamnya kepada kepemilikan nasional. "Kalau perpanjangan operasi tidak ada ketentuan khusus, sesuai PP Nomor 77/2014 saja," jelas Sukhyar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News