kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dua tahun Jokowi-Ma'ruf Amin, PHRI apresiasi insentif selama pandemi


Minggu, 24 Oktober 2021 / 19:23 WIB
Dua tahun Jokowi-Ma'ruf Amin, PHRI apresiasi insentif selama pandemi
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo bersama Wapres Maruf Amin


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyampaikan apresiasi terhadap kebijakan berupa stimulus dan regulasi yang dikeluarkan oleh tim ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam dua tahun terakhir.

Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran menyampaikan sejak 2020, pemerintah dinilai cukup memperhatikan keberlangsungan pengusaha di industri hotel dan restoran.

Hal ini di antaranya, dilihat dari kebijakan pengembalian pajak hotel dan restoran yang bernilai sekitar kurang lebih Rp3,3 triliun. Insentif tersebut, dilaporkan sudah diterima oleh hotel dan restoran di 108 kabupaten dan kota seluruh Indonesia.

"Nilai tersebut memang tidaklah besar, tetapi sangat membantu pelaku bisnis di industri ini di masa pandemi," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (24/10).

Ia melanjutkan, stimulus yang tertuang dalam aturan kewajiban perbankan yang tidak sepenuhnya hilang meski pemerintah mengeluarkan POJK No. 48/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional untuk memberikan relaksasi terhadap sektor terdampak covi-19, termasuk sektor pariwisata.

Baca Juga: Asaki apresiasi kinerja dua tahun Jokowi-Maruf Amin

Maulana juga menyebutkan, bantuan pemerintah dalam program stimulus tagihan listrik sebesar Rp 15,39 triliun untuk 33,64 juta pelanggan PLN, mulai dari pelanggan rumah tangga, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sektor sosial, bisnis, dan industri juga layak diapresiasi.

Ia menjelaskan, saat itu ada tiga stimulus yang dikeluarkan pemerintah yaitu diskon tarif 50% dan 100%, pembebasan ketentuan rekening minimum, dan pembebasan biaya beban atau abonemen.

Ia menyebutkan, apresiasi juga diberikan pihaknya pada penambahan cuti bersama di akhir tahun serta bantuan kepada tenaga kerja di sektor hotel, restoran dan pariwisata melalui program Kartu Prakerja.

"Kondisi yang dialami oleh pelaku bisnis hotel dan restoran di tahun 2020 tentu berbeda di tahun 2021. Sepanjang 2020 industri ini sangat kesulitan di bagian cashflow karena pendapatan yang sangat minim serta okupansi yang sangat rendah. Lalu, pada kuartal I dan II 2021, okupansi juga masih lebih rendah dibandingkan tahun 2020 karena sudah masuki fase PSBB dan pembatasan wisman," jelasnya lagi.

Namun demikian, Maulana menilai akan ada pertumbuhan di kuartal III 2021 dibandingkan dengan tahun lalu, sebab pembatasan mobilisasi sudah melonggar. Ia mulai melihat adanya daya tahan industri hotel dan restoran pada periode ini.

Ia juga berkata, pada kuartal II 2021 situasi sangat tertekan akibat PPKM Darurat hingga menurunkan okupansi hotel 5-10%.

"Jika kita bandingkan lagi dengan tahun 2019, penutupan tahun 2020 itu tingkat okupansi adalah sekitar 34,5%, ini sudah berkurang sekitar 20% dibandingkan tahun 2020. Keterisiaan kamar juga berada di tingkat 30-40% saja, penurunan permintaan tersebut sebenarnya masih menurun hingga kini," paparnya.

Efek lanjutan dari penurunan permintaan tersebut adalah, lanjut Maulana, hotel-hotel berbintang 5 mulai membanting harga dan memasuki segmen pasar hotel bintang 4 bahkan bintang 3. Sehingga mengacaukan tarif di industri hotel dan menghambat penyerapan tenaga kerja.

Baca Juga: Dua tahun Jokowi - Ma'ruf Amin, ini catatan dan harapan Kadin

Ia berkata, untuk mengatasi hal itu PHRI berharap agar insentif POJK dilanjutkan kembali hingga akhir 2021. Selain itu, pihaknya berharap kebijakan pemerintah yang mengatur penggunaan test Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai syarat perjalanan udara dikaji kembali.

Adapun syarat wajib penggunaan PCR diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 1-3 di Jawa dan Bali.

"Jika melihat karakter para turis yang menghabiskan waktu liburan 3 malam, pemberlakuan tes PCR ini selain mahal juga memberatkan. Walau saat ini harga tes PCR sudah diturunkan, itu tetap mahal. Bagi kami idealnya bisa di rentang Rp100.000 atau Rp200.000, bahkan gratis. Waktu yang ditetapkan untuk dapat hasil tes pun mengapa tidak diratakan menjadi 6 jam saja semuanya? Tidak perlu ada pilihan 24 jam dan lainnya," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×