kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dua Tahun, Restrukturisasi Tekstil Tidak Sampai 10%


Kamis, 11 Maret 2010 / 09:05 WIB
Dua Tahun, Restrukturisasi Tekstil Tidak Sampai 10%


Sumber: Kontan | Editor: Test Test

JAKARTA. Restrukturisasi industri tekstil yang digulirkan sejak 2007 belum menunjukkan hasil maksimal. Buktinya, dari sekitar 2.000 perusahaan tekstil yang ada di Indonesia, baru sekitar 190 perusahaan yang melakukan restrukturisasi mesin. Artinya, setelah berjalan dua tahun, restrukturisasi tekstil masih kurang dari 10%.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudradjad mengatakan, hingga saat ini, investasi untuk peremajaan mesin tekstil baru sebesar Rp 5 triliun. Selain soal biaya peremajaan mesin, kendala lainnya adalah pasokan energi yang masih belum pasti. "Saat ini energi seperti gas, listrik dan batubara masih menjadi hambatan," kata Ade, Rabu (10/3).

Restrukturisasi industri tekstil memang mutlak diperlukan. Sebab, selama ini, industri tekstil banyak mengoperasikan mesin-mesin pabrik yang sudah tua. Akibatnya, produktivitasnya rendah dan pengusaha sulit melakukan efisiensi. Lantaran sulit bersaing, sejumlah perusahaan tekstil pun terpaksa gulung tikar.

Pemerintah menyediakan dana insentif untuk restrukturisasi mesin tekstil ini. Tahun lalu, jumlah dana tersebut hanya Rp 240 miliar. Alhasil, belum semua industri menikmati program ini. Restrukturisasi industri tekstil cukup mendesak di tengah membaiknya permintaan ekspor. Sebab, dengan mesin-mesin yang lebih baik, produktivitas akan meningkat.

Menurut Ade, tahun ini, ekspor tekstil akan naik dan mampu menyamai rekor tahun 2008, yaitu US$ 10,3 miliar. Tahun 2009, nilai ekspor tekstil merosot 7,7% menjadi US$ 9,5 miliar. Memang, untuk pasar domestik, pangsa pasar tekstil buatan Indonesia justru bakal tergerus antara 10% hingga 20%. Pengurangan pangsa pasar domestik ini terjadi akibat membanjirnya produk tekstil impor, terutama dari China.

Pemberlakuan Perdagangan Bebas ASEAN-China akan membuat tekstil dari Negeri Panda itu bebas bea masuk. Tekstil China yang murah bis menjadi pilihan bagi masyarakat yang daya belinya masih rendah.

Dalam catatan API, tahun lalu, penjualan tekstil di pasar domestik Rp 50 triliun, turun 40% ketimbang penjualan tekstil domestik 2008 yang sekitar Rp 70 triliun. Nah, jika tahun ini penjualan tekstil domestik menyusut 10%-20% lagi, maka pasar domestik akan tergerus Rp 5 triliun- Rp 10 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×