kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Edy Ongkowijaya bawa bisnis kuliner nusantara mendunia


Minggu, 18 November 2018 / 21:38 WIB
Edy Ongkowijaya bawa bisnis kuliner nusantara mendunia
ILUSTRASI. Edy Ongkowijaya, DPenyetz


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Resto D'Penyetz sukses mengembangkan gerainya di sejumlah negara. Tidak hanya di dalam negeri, kuliner bercita rasa khas Indonesia ini sudah juga hadir di Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Myanmar. Tahun depan, D'Penyetz siap menjajal Australia.

Meski namanya lebih Indonesia dan gencar buka cabang di dalam negeri, cikal bakal kuliner yang satu ini sebetulnya berasal dari Singapura. Edy Ongkowijaya merupakan sosok di balik suksesnya D'Penyetz. Dia adalah warga negara Indonesia yang awalnya merantau ke negeri Singa tersebut dan sukses bendera bisnis kulinernya.

Rupanya kesuksesan Edy hingga bisa membuka 100 lebih gerai D'Penyetz saat ini tidak didapat dengan mudah. Perjalanan pria kelahiran pria kelahiran Surabaya pada 1977 itu juga banyak gelombangnya. Jatuh bangun dalam bisnis sudah hal biasa ia hadapi. Tekad dan perjuangan kerasnyalah yang membuatanya bisa bangun dari setiap kejatuhan.

Berawal saat dia berusia 18 tahun, tepatnya pada tahun 1193. Edy berangkat ke Singapura untuk melanjutkan pendidikannya. Namun, berselang setahun, bisnis otomotif ayahnya bangkrut sehingga ia diminta pulang ke Indonesia lantaran orangtuanya tidak sanggup lagi mengirimkan biaya hidup Edy.

Namun, Edy tidak ingin pulang. Dia memilih untuk mulai berjuang mandiri. Dan babak baru kehidupannya pun dimulai. Dari hidup berkecukupan dan bergaul dengan teman-teman dari kalangan berada, hidupnya berputar drastis ke titik nol. Bukan hanya membiayai hidup dan pendidikannya, anak dari tiga bersaudara ini juga harus mengirimkan uang belanja ke orangtuanya dan membantu dua adik perempuannya sekolah di Jakarta.

Segala pekerjaaan dia lakukan asal halal agar tetap bisa bertahan. Bahkan, dia pernah menggarap empat pekerjaan sekaligus. Mulai dari tukang cuci piring, hingga waiter di restoran dan hotel sempat dilakoninya. Di minggu yang sama juga menjadi guru les privat (tuition) dan juga melatih badminton basic untuk anak SD. Untuk tempat tinggal, pernah beberapa kali terpaksa menumpang di rumah temannya.

Edy pernah bertahan hidup hanya dengan mengandalkan uang 50 cent. Untuk mengisi perut setelah selesai kuliah, ia harus mengandalkan kemurahan hati pemilik kantin di sekolah untuk membungkus sisa lauk yang mau dibuang. Bahkan, Edy pernah makan mie instan dan roti tawar selama hampir 1 bulan lamanya.

Dalam perjalanannya, Edy sempat patah semangat. Kala itu, dia memiliki pacar dari kalangan berada dan rupanya orangtua sang kekasih tidak merestui dan melarang mereka berhubungan. Sampai-sampai dia mendapat cacian yang hingga saat ini tidak bisa ia lupakan.

Namun, Edy akhirnya tidak ingin terbenam dalam rasa sakit hari. Dia memilih untuk mejadikan penghinaan dari ibu sang mantan pacar jadi pelecut semangatnya. "Saya sengaja tempel foto ibunya di atas tempat tidur double decker saya. Setiap kali buka mata dan merasa sangat capek, atau ketika serasa mau menyerah, begitu saya lihat foto ibu pacarnya langsung saya semangat kembali mengingat hinaannya”. kata Edy.

Sesuai dengan pesan ayahnya saat itu, Edy memegang prinsip bahwa apa yang direndahkan oleh manusia pasti akan ditinggikan Tuhan suatu hari.
Prinsip yang menjadi penyemangat di kala susah.

Tahu 2000, Edy lulus kuliah dari Universitas Nanyang Polytechnic Jurusan Marketing. Dia sempat bekerja di sebuah perusahaan logistik asal Jepang. Walau bergaji pas-pasan, dia masih tetap mampu memboyong adik perempuannya sekolah di Singapura.

Edy hanya bertahan tiga tahun di perusahaan itu karena tidak betah bekerja di depan komputer. Hingga pada tahun 2004, Edy tertarik untuk membuka bisnis waralaba Es Teler 77 di Far East Plaza (Orchard Road) dengan modal pinjaman dari seseorang untuk beli waralaba itu.

Bisnis waralaba itu berjalan sukses, namun Edy melepasnya pada tahun 2006 dan memulai ayam penyet dengan salah satu brand waralaba di Lucky Plaza (Orchard Rd). Berkat usaha gigihnya dan koneksi dengan media Singapura, dalam waktu singkat ayam penyet populer, bahkan para pelanggan harus rela antri untuk mencicip kuliner tersebut.

Dari kesuksesan tersebut, kampus tempatnya kuliah dan beberapa asosiasi lainnya di Singapura sering mengundang Edy untuk berbagi ilmu mengenai entrepreunership. Namun, kesukesan tersebut tidak bertahan lama. Kerjasama yang dia jalin bersama dua mitra yang notabene teman sekolahnya dulu gagal karena kesalahan managerial. ""Semua perjuangan berakhir sia sia. Selama 2 tahun tidak ada laporan pembukuan dan pembagian dividen” ungkap Edy.

Lalu pada tahun 2009, Edy memutuskan mendirikan usaha sendiri akhirnya pada tahun 2009 dengan nama Dapur Penyet. Awalnya hanya berupa dari gerai foodcourt di Jurong Point Mall. Di tahun pertama usahanya, ia hampir ikut melakukan semua tugas meski sudah punya karyawan. Selain mengurus manajerial, ia juga bertugas di dapur, di counter,closing cleaning dan membuang sampah.

Edy selalu mengatakan kepada karyawannya, “ You don’t work for me, but you work WITH me.” Alhasil, banyak pegawai yang setia kepadanya karena kerendahan hati dan semangatnya dalam berusaha. Dia terus berusaha tanpa lelah untuk membangun D'Penyetz untuk menjadi restoran Indonesia yang bisa mendunia. Usahanya pun tak sia-sia. Kini, kuliner tersebut sudah memiliki lebih dari 100 outlet yang tersebar di lima negara.

Selain ke Astralia, D'Penyetz juga menargetkan untuk masuk ke Amerika Serikat, Canada dan Timur Tengah. Selain dari brand D'Penyets, Edy bersama team juga menaungi beberapa brand lain yaitu D'bakso, D'Cendol, D'Minang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×