kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efek El Nino, produksi gula diproyeksi stagnan


Rabu, 11 Mei 2016 / 10:07 WIB
Efek El Nino, produksi gula diproyeksi stagnan


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Sejumlah pabrik gula (PG) bersiap memasuki musim giling tebu. Tahun ini, musim giling akan berlangsung selama enam bulan, mulai Mei sampai Oktober. Namun, karena produktivitas menurun, produksi gula tahun ini bisa jadi tidak akan setinggi tahun lalu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan memproyeksikan, produksi gula kristal putih atau gula konsumsi tahun iniĀ  kan sama atau bahkan kurang dari realisasi produksi tahun lalu yang sebanyak 2,49 juta ton. "Produksi memang tidak bisa tumbuh karena dampak El Nino atau kemarau panjang tahun lalu yang dampaknya baru terasa sekarang," katanya, Selasa (10/5).

Selama musim giling ini, PG diperkirakan bisa menyerap tebu petani hingga 30 juta ton. Adapun target rendemen tahun ini adalah 8,5% sesuai arahan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.

Namun, Agus mengakui, hingga saat ini belum ada harga pembelian pemerintah (HPP) untuk tebu petani. Dia bilang, sebagian besar PG yang berada di Pulau Jawa menyerap tebu petani dengan sistem bagi hasil, yaitu 35% untuk PG dan 65% sisanya untuk petani. Sedangkan PG di luar Pulau Jawa biasanya memiliki perkebunan tebu sendiri.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil juga memproyeksikan produktivitas tebu petani tahun ini menyusut akibat dampak El Nino tahun lalu. Saat ini, produktivitas hanya sekitar 80 ton per hektare (ha). Dengan asumsi lahan tebu seluas 475.000 ha, maka produksi tebu bisa mencapai 38 juta ton.

Arum juga berharap, memasuki musim giling tahun ini, pemerintah segera mematok HPP supaya harga tebu petani tidak jatuh. Arum menghitung, petani menginginkan HPP di level Rp 10.500 per kilogram (kg). Angka ini lebih tinggi dari HPP tahun lalu yang sebesar Rp 8.900 per kg.

Arum beralasan, biaya produksi tebu terus naik, sehingga HPP harus menyesuaikan kenaikan biaya. "Meskipun harga bahan bakar minyak (BBM) turun, tapi komponen biaya lain justru naik. Apalagi, saat produktivitas sedang turun seperti sekarang, tanaman membutuhkan biaya perawatan yang lebih besar," terangnya.

Salah satu PG yang akan mulai menggiling adalah PG Ngadirejo di Kediri, milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X (Persero). PG tersebut menjadi pabrik pertama dari 11 PG milik PTPN X yang akan mulai berproduksi di musim giling ini. Untuk musim giling tahun ini, PG Ngadirejo menargetkan penyerapan tebu sebanyak 992.908 ton dengan tingkat rendemen sebesar 9%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×