Reporter: Amalia Fitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bhima Yudhistira, pengamat ekonomi Indef berkata pertumbuhan industri telekomunikasi masih cukup bagus di tengah kondisi makro ekonomi yang hanya mampu bertahan di level 4,9% pada November 2019.
"Sektor informasi telekomunikasi masih bertumbuh bagus, sebesar 9,5% secara yoy dibandingkan pertumbuhan ekonomi makro. Sektor ini tentu bisa menjadi leading," jelasnya pada gelaran Telco Outlook 2020 bertema Megatrend in Telecom: Targeting Blue Ocean for Growth di Aston Priority Hotel, Jakarta Selatan, Senin (2/12).
Baca Juga: Ini outlook industri telekomunikasi tahun depan
Ia melanjutkan, tantangan industri telekomunikasi terletak pada anomali ritel yang terjadi pada konsumen kelas menengah dan menengah atas yang cenderung melarikan pengeluaran ke aset karena adanya isu resesi ekonomi. Hal ini, menurut Bhima, terlihat dari meningkatnya penyimpanan di bank dan investasi emas.
"Pada produk keluaran iPhone kemarin, pembelian tidak setinggi emas. Kecenderungan konsumen melarikan uangnya ke saving, juga diikuti oleh adanya kegagalan WeWork untuk IPO atau bahkan Lippo yang melepaskan saham di OVO. Mereka menilai, resesi akan terjadi dari contoh tersebut," lanjutnya.
Namun menurut Bhima, perusahaan telekomunikasi juga harus terus jeli melihat kebutuhan pasar. Ia mencontohkan bagaimana Telkomsel jeli melihat kebutuhan internet dan telekomunikasi para pengendara ojol sehingga fasilitasnya banyak digunakan.
Baca Juga: Filipina diterjang badai Kemmuri, sejumlah pertandingan SEA Games ditunda
Dalam gelaran ini, para pelaku bisnis juga melihat sentimen positif industri telekomunikasi dari beberapa hal, di antaranya adalah peresmian proyek Palapa Ring, revisi PP Nomor 82 tahun 2012 menjadi PP nomor 71 tahun 2019, regulasi IMEI, hingga keberadaan perusahaan rintisan level decacorn dan unicorn serta kehadiran jajaran anggota kabinet baru.
Selain itu, prospek juga dilihat dari populasi penduduk Indonesia sebesar 268,2 juta dan pengguna internet sebesar 150,0 juta orang dengan penetrasi 56%.
Di sisi lain, tantangan yang dihadapi adalah adopsi 5G, isu resesi global, perubahan tren bisnis, internet of machines, hingga 3D printing. "Berkembangnya kebiasaan bakar uang dalam bisnis digital ikut membawa anomali ritel," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News