Reporter: Margareta Engge Kharismawati |
JAKARTA. Negara adikuasa Amerika Serikat (AS) mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi. Pemerintah perlu memanfaatkan perbaikan ini untuk kembali menggenjot ekspor ke negara Paman Sam tersebut.
Himbauan ini disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara. Mirza mengatakan ekspor Indonesia ke negeri tirai bambu China sudah tidak bisa lagi diharapkan.
China tidak lagi bisa tumbuh 12%. "Komoditas harganya tidak bisa lagi naik," ujarnya, Selasa (26/11).
China memang menjadi pangsa ekspor non migas terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari Januari hingga September 2013 total eskpor non migas mencapai US$ 110,2 miliar. China menduduki posisi pertama pangsa ekspor terbesar mencapai 13,5% dengan nilai US$ 14,87 miliar.
Kemudian menyusul Jepang dengan 10,87% dengan nominal US$ 11,97 miliar. Amerika Serikat di posisi ketiga dengan porsi 10,24% dengan nilai US$ 11,29 miliar. Mirza menjelaskan keinginan Bank Sentral AS The Fed untuk menarik kucuran stimulusnya menjadi sinyal ekonomi Amerika mulai membaik. Meskipun itu juga menjadi sinyal buruk dengan berhentinya aliran dana ke negara emerging market termasuk Indonesia.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Enny Sri Hartati menilai kinerja ekspor Indonesia tahun ini dan tahun depan masih berat. Amerika memang sekarang ini ada potensi perbaikan namun masih meragukan. Saat ini, negara yang dipimpin oleh Barack Obama itu masih menghadapi persoalan yang serius di bidang anggaran khususnya pagu utang.
Hingga tahun depan persoalan ini masih menjadi momok sehingga pertumbuhan ekonomi Amerika pun masih sebatas potensi untuk mengalami perbaikan. Apalagi, menurut Enny, sebagian besar ekspor Indonesia ke Amerika adalah tekstil dan pertanian ataupun perkebunan berupa karet dan crude palm oil (CPO).
"Tekstil itu kita 90% bahan bakunya impor. Ada pelembahan rupiah otomatis kita semakin tidak bisa bersaing dengan kompetitor seperti china," papar Enny.
Sedangkan apabila berharap di sektor pertanian atau perkebunan terhambat dengan harga komoditas internasional yang masih lesu. Maka dari itu, Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto melihat perekonomian Indonesia di tahun ini dan tahun depan masih dalam stabilisasi.
Eksternal masih belum berhembus kabar yang menggembirakan untuk perekonomiannya. "Pelaku usaha pun pada akhirnya masih menyesuaikan diri dengan kondisi ini," tukas Ryan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News