Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri makanan dan minuman (mamin) kian terikat dengan kewajiban Extended Producer Responsibility (EPR) dalam pengelolaan sampah pascakonsumsi.
Di tengah kewajiban tersebut, PepsiCo Indonesia mulai menunjukkan langkah awal dengan menggandeng Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) dan Bali Waste Cycle (BWC) untuk memperkuat ekosistem daur ulang kemasan di Indonesia.
Dorongan ini sejalan dengan target pemerintah untuk mengurangi sampah oleh produsen sebesar 30% pada 2029 sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 75 Tahun 2019.
Salah satu inisiatif terbaru datang dari PT PepsiCo Indonesia Foods and Beverages (PepsiCo Indonesia) yang baru meresmikan pabrik pertamanya di Cikarang, Jawa Barat, pada Juni 2025.
Perusahaan menggandeng Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) serta Bali Waste Cycle (BWC) dalam penguatan infrastruktur pengumpulan dan daur ulang kemasan pascakonsumsi.
Baca Juga: Dukung Perbaikan Kualitas Udara, Korporasi Terapkan Ekonomi Hijau & Sirkular Ekonomi
Menurut Gabrielle Angriani Johny, Direktur Government Affairs and Corporate Communications PepsiCo Indonesia, langkah ini merupakan bagian dari upaya perusahaan mendorong kepatuhan pada kebijakan EPR sejak awal beroperasi.
"Tahun pertama operasional di 2025 ini, kami mulai berkolaborasi dengan IPRO dan BWC untuk pengumpulan serta daur ulang kemasan makanan ringan. Kami juga mengadopsi strategi keberlanjutan di seluruh rantai operasi, termasuk pengelolaan energi, air, dan limbah di pabrik Cikarang,” jelasnya, Selasa (25/8).
IPRO sendiri mencatat telah mengumpulkan lebih dari 19 ribu ton sampah terpilah sepanjang 2021–2024, di mana sekitar 1.917 ton di antaranya merupakan kemasan multilayer plastic (MLP).
General Manager IPRO, Reza Andreanto, menyebut kolaborasi dengan produsen mamin penting untuk memastikan aliran material daur ulang lebih transparan dan dapat dilacak.
Baca Juga: Material Daur Ulang Berkurang, Sirkular Ekonomi Bisa Terhambat, Perlu Upaya Bersama
Sementara itu, Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLHK, Agus Rusly, menekankan perlunya sinergi multipihak dalam implementasi EPR.
"Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Keterlibatan produsen menjadi kunci dalam mempercepat transisi menuju ekonomi sirkular. Kolaborasi seperti yang dilakukan IPRO, BWC, dan produsen mamin dapat menjadi contoh praktik baik bagi industri lain,” ujarnya.
Selain sektor industri, pihak pengelola sampah juga melihat peluang inovasi. Direktur Bali Waste Cycle, Olivia Anastasia Padang, menjelaskan bahwa kemasan bernilai rendah seperti MLP masih menjadi tantangan besar.
Namun, melalui inovasi, BWC telah berhasil mengolahnya menjadi produk bernilai guna, mulai dari furnitur, perabot rumah tangga, hingga kaki palsu bagi penyandang disabilitas.
Baca Juga: Resmikan Pabrik dengan Investasi Rp 3,3 Triliun, Minuman Pepsi Bakal Kembali ke RI?
Selanjutnya: IHSG Turun, Ada Net Buy Jumbo di Saham AMMN & Net Sell Besar di BBCA Hari Ini (26/8)
Menarik Dibaca: Penting Diketahui! Inilah Gejala Gagal Ginjal dan Penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News