Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pengusaha dalam bidang biofuel Indonesia mengantisipasi larangan ekspor biodiesel berbasis sawit ke Eropa dengan mengincar pasar Asia. Terutama pasar China dan negara-negara kawasan Asia Tenggara yang berencana meningkatkan implementasi energi hijau terbarukan.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia Paulus Tjakrawan menyampaikan, bila aturan Renewable Energy Directive II yang dirancang Uni Eropa sah mengkategorikan kelapa sawit sebagai komoditas dengan risiko tinggi untuk perubahan lahan atau indirect land use change (ILUC) maka potensi ekspor ke Eropa bakal turun atau hingga nol.
Ekspor biodisel sepanjang tahun 2018, menurut Paulus, mencapai angka 1,6 juta kiloliter. Hampir separuhnya ditujukan kepada Eropa. Maka, bila kebijakan ILUC jadi diterapkan dan menghapus pasar Eropa, pihaknya mengincar pasar dari negara Asia seperti China, Malaysia dan Thailand.
Pada tahun 2018 sendiri, ekspor biodiesel ke China mencapai 800.000 kiloliter. "Tahun ini, kami harapkan bisa mencapai 1 juta kiloliter," jelasnya, Rabu (6/2).
Sedangkan untuk negara lainnya, Paulus melihat peluang dari Malaysia yang berencana mengimplementasikan kebijakan biodiesel 20% pada tahun 2020. Saat ini, Malaysia masih menerapkan B10. Ada juga dari Thailand yang berniat melakukan percepatan kebijakan biodiesel dari saat ini masih B5.
Tak hanya pada luar negeri, Paulus masih optimistis sektor domestik akan terus berkembang berkat penerapan B20 dan rencana B30 pada tahun 2020 depan. Penerapan kebijakan B20 akan meningkatkan konsumsi dalam negeri mencapai 6,2 juta ton. "Kami terus mendorong percepatan B30 bila bisa lebih cepat dari tahun 2020 lebih baik," jelasnya.
Asal tahu saja, produksi biodiesel tahun 2018 mencapai 5,9 juta ton. Sebesar 4,3 juta digunakan untuk sektor dalam negeri dan sisanya sebesar 1,6 juta ton untuk eskpor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News