Reporter: Handoyo | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Maret lalu tercatat sebanyak 1,79 juta ton, atau mengalami kenaikan 13% dibandingkan bulan Februari sebanyak 1,58 juta ton.
Kenaikan volume ekspor disebabkan oleh harga kedelai yang tinggi, serta stok CPO Indonesia dan Malaysia yang sudah berkurang dan spekulasi El Nino yang mempengaruhi pasar juga masih terus berkembang.
"Kenaikan harga rata-rata kedelai sejak bulan Februari, telah membuat beberapa importir minyak nabati mulai melirik minyak sawit sebagai minyak substitusi", kata Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dalam siaran persnya, Senin (21/4).
Mengutip data GAPKI, harga kedelai Februari tercatat naik 5% dari U $831,35 per bushel pada Januari 2013 menjadi U $ 876,66 per bushel pada Februari 2013, kenaikan harga rata-rata terus berlanjut sampai pada Maret sebesar 6,3% atau US$ 925,54 per bushel. Harga kedelai saat ini dinilai sudah overvalued, atau dinilai terlalu tinggi.
Kenaikan permintaan akan CPO yang tercatat sangat signifikan datang dari negara Afrika dan Pakistan meskipun dari sisi volume tidak sebanyak permintaan dari India, China dan Uni Eropa.
Ekspor CPO Indonesia dan turunannya ke Pakistan tercatat meningkat dari 58,7 ribu ton pada Februari menjadi 174 ribu ton pada Maret (197%), sedangkan ekspor ke negara-negara Afrika tercatat meningkat sebesar 59% dari 79 ribu ton pada Februari menjadi 125,5 ribu ton di bulan Maret.
Kenaikan permintaan di Pakistan karena negara yang mayoritas merupakan muslim ini mulai meningkatkan stock CPO di dalam negeri untuk menyambut hari puasa dan hari raya Idul Fitri pada bulan Juni. Hal yang sama juga dilakukan oleh India.
Volume ekspor CPO dan turunannya ke India tercatat meningkat sebesar 31% dari 313 ribu ton di bulan Februari menjadi sebesar 412 ribu ton di bulan Maret. Ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia ke China tidak mengalami kenaikan yang signifikan, ekspor tercatat naik 11% dari 254 ribu ton pada Februari menjadi 281 ribu ton di Maret. Ekspor ke China memang kurang bergairah karena memang pada saat ini China mengurangi pembelian minyak nabati akibat dari perlambatan ekonomi yang mengakibatkan para importir kesulitan untuk mendapatkan kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News