Reporter: Handoyo | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) kini sedang gelisah. Pangsa pasar ekspor udang mereka ke Amerika Serikat (AS) terancam direbut kompetitor dari negara lain.
Kekhawatiran itu muncul seiring keluarnya hasil penyelidikan Departement of Commerce dan International Trade Commission (ITC) AS yang diumumkan Senin (19/9) lalu. Penyelidikan ITC menyimpulkan lima negara, yakni China, India, Malaysia, Vietnam dan Ekuador tidak melakukan subsidi seperti dituduhkan sebelumnya.
Dengan keputusan ITC tersebut, udang produksi lima negara itu bebas bea masuk AS. Mahar A. Sembiring, President Director CPRO bilang, keputusan tersebut tentu berdampak kepada ekspor udang Indonesia ke AS. "Dengan tidak dikenakannya bea masuk tambahan, ke lima negara itu akan mengurangi kompetitif kami juga," ujar Mahar kepada KONTAN, Rabu (2/10).
Menurut pegamatannya ada dua negara yang potensial yang memasok udang ke AS dalam jumlah besar, yakni India dan Ekuador. Pasalnya, sama seperti Indonesia, tambak udang di India dan Ekuador juga bebas penyakit early mortality syndrome (EMS).
Dengan begitu, produk udang mereka juga lebih gampang diterima di pasar AS. Atas dasar itu, ia mengaku sulit bagi CPRO mengejar pertumbuhan ekspor si bungkuk ke AS. Mahar memprediksi, ekspor CPRO ke Negeri Uwak Sam tahun ini bakalan stagnan alias sama dengan tahun lalu. Yakni, 40%-50% dari produksi udang yang mencapai 40.000 ton. "Jumlah ini relatif sama seperti tahun lalu," ujarnya.
Harga berpotensi turun
Bukan saja khawatir pasar direbut kompetitor, Mahar juga melihat ketatnya persaingan ekspor udang bakal membuat harga si bungkuk di AS melandai. Agar kinerja ekspor perusahaan tidak terganggu, CPRO kini mulai membidik negara tujuan ekspor baru di luar AS.
Seperti pernah ditulis KONTAN, pada kuartal I tahun ini produksi udang CPRO hanya 9.000 ton, atau lebih rendah 10% dari periode sama tahun lalu yang 10.000 ton. Belum optimalnya kinerja tambak inti plasma di Central Pertiwi Bahari Lampung, dan tingginya curah hujan menjadi penyebab belum maksimalnya produksi udang CPRO.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Thomas Darmawan juga berpendapat sama dengan Mahar. Menurutnya, harga udang di AS berpotensi turun seiring membanjirnya pasokan udang ke negara itu.
Dalam hitungannya, penurunan harga udang berkisar 10% - 15% dari harga saat ini yang mencapai US$ 12 per kilogram (kg) - US$ 14 per kg. Thomas sendiri menyesalkan keputusan ITC AS yang membebaskan sejumlah negara dari tuduhan dumping.
Soalnya, berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Otoritas perdagangan Amerika Serikat atau US Department of Commerce (US-DOC), negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, China dan India terbukti memberikan subsidi kepada eksportir dalam negerinya.
Berdasarkan data AP5I yang dikutip dari NOAA Fisheries, volume ekspor udang dari India ke Amerika pada periode Januari-Juni mencapai 37.100 ton. Jumlah itu naik 81,5% dari periode sama tahun lalu.
Pasca bebas dari tuduhan dumping, tentu ekspor udang India ke AS bakal lebih tinggi lagi. Kebutuhan udang di AS mencapai 550.000 ton per tahun. Indonesia sendiri menduduki urutan ke empat sebagai negara eksportir setelah Thailand, Ekuador dan India.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor udang Indonesia ke Amerika periode Januari-Juni 2013 tercatat US$ 334 juta, naik 12,21% dari periode yang sama tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News