Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yakin target ekspor kayu dan produk kayu Indonesia tahun ini bisa tercapai. Pasalnya, hingga semester I-2018, nilai ekspor kayu olahan Indonesia sudah mencapai sekitar US$ 6 miliar.
Nilai itu sudah 50% dari target ekspor tahun 2018 yang sebesar US$ 12 miliar, naik 10% dari realisasi ekspor 2017 yang sebesar US$ 10,9 miliar.
KLHK mencatat, berdasarkan produknya, ekspor chipwood (serpih kayu) menyumbang penjualan sekitar US$ 24 juta. Lalu produk bangunan kayu prefabrikasi sekitar US$ 2,4 juta, furniture kayu US$ 698 juta, panel US$ 1,25 miliar, dan produk kerajinan kayu sekitar US$ 48 juta.
Produk kayu yang menyumbang ekspor besar yang lain adalah produk kertas atau paper US$ 1,98 miliar, pulp US$ 1,29 miliar, veneer sekitar US$ 53 juta, dan woodworking sekitar US$ 645 juta.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Rufi'ie mengatakan, dari pencapaian di semester pertama, pihaknya optimis ekspor kayu olahan tahun ini dapat mencapai target. "Melihat trennya seperti ini, kami berharap target tersebut sudah tercapai," katanya, Senin (16/7)
Hanya saja, ada beberapa tantangan yang bisa menurunkan ekspor produk kayu tahun ini. Salah satunya adalah review Generalized System of Preference (GSP) oleh Amerika Serikat. Produk woodpanel menjadi produk yang akan direview. Jika benar maka dikhawatirkan hal itu akan menganggu ekspor produk kayu RI. Sebab, nantinya woodpanel akan dikenakan bea masuk tinggi.
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dodit Ridho Nurrochmat juga optimistis target ekspor produk kayu Indonesia akan mencapai target. Hal ini mengingat Indonesia mengekspor barecore dalam jumlah yang cukup besar. "Dalam tiga sampai empat tahun terakhir, Indonesia cukup dominan mengekspor barecore, di banyak negara dianggap sebagai kayu lapis, tetapi sebenarnya tidak. Kita pengekspor barecore nomor dua setelah China," ujar Dodik.
Dodik bilang, ekspor kayu Indonesia ke Amerika memang bisa terkendala lantaran adanya rencana AS mereview beberapa sektor di GSP. Namun, menurutnya, Indonesia bisa mengambil kesempatan mengekspor produk kayu olahan ke AS, lantaran adanya perang dagang di antara kedua negara tersebut.
"Kalau AS menerapkan bea masuk yang tinggi ke China, harganya menjadi mahal. Ini peluang bagi kita," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News