kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor kepiting terancam terjepit


Senin, 13 Desember 2010 / 21:57 WIB
Ekspor kepiting terancam terjepit


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Tahun ini, kinerja ekspor kepiting bakal menurun. Ekspor tidak berotot lantaran pengusaha di sektor kesulitan menaikkan volume produksi. Selain bergantung pada pasokan bibit dari alam, pasar juga semakin selektif.

Saut Hutagalung, Direktur Pemasaran Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menilai, turunnya produksi kepiting sulit dihindari karena terkendala bibit. "Belum ada pebudidaya yang memproduksi bibit kepiting," katanya kepada KONTAN, Senin (13/12).

Penurunan volume eskpor kepiting sudah terlihat sejak 2008 lalu. Saat itu, volume ekspor turun 3,7% menjadi 20.713 ton dibandingkan tahun 2007 sebanyak 21.510 ton. Namun, meski volumenya turun, nilai ekspornya justru naik dari US$ 179 juta di 2007 menjadi US$ 214 juta di 2008. Pasalnya, harga kepiting di pasar dunia cenderung naik.

Namun, di 2009 kondisi agak berbeda. Tahun itu, volume ekspor kembali turun. Ekspor kepiting semakin anjlok dengan hanya mengirim 18.673 ton setahun. Repotnya, harga juga tidak stabil, sehingga nilai ekspor turun menjadi US$ 156 juta.

Tahun ini, ekspor kepiting belum bisa bangkit. Di Semester I-2010, volume ekspornya mencapai 10.560 ton dengan nilai ekspor US$ 104 juta. Saut memprediksi, kinerja ekspor tahun ini tidak jauh beda dengan tahun 2009. "Paling tinggi, kinerjanya sama dengan tahun 2009," ujar Saut pesimistis.

Masa depan ekspor kepiting memang dihadapkan dengan banyak kendala. Seperti disebut tadi, kendala utamanya , bibit masih tergantung alam. Sebab, pemerintah dan pengusaha belum menemukan tata cara pembibitan kepiting.

Menurut Ketut Sugama, Direktur Perbenihan Ditjen Perikanan Budidaya KKP, selama ini proses pembudidayaan kepiting hanya sampai pada tahap pengemukan dari bibit. "Tata cara pembibitan yang sesungguhnya belum ditemukan" jelas Ketut.

Kendala lain, kepedulian konsumen di Amerika Serikat (AS) dan Eropa terhadap konservasi habitat kepiting semakin tinggi. Kesadaran itu mendorong konsumen membatasi konsumsi kepiting. "Mereka tidak mau membeli kepiting jika cara penangkapannya merusak lingkungan," ujar Saut.

Kesadaran warga di AS sudah diwujudkan dengan keluarnya aturan ketat bagi kepiting yang masuk ke negara Paman Sam itu. Kepiting bisa masuk jika eksportir mengantongi sertifikat Marine Stewardship Council (MSC). Aturan ini bakal diberlakukan mulai tahun 2012.

Komitmen konservasi

Jika memang ingin tetap mempertahankan pasar ekspor di AS, para petambak kita tentu harus membekali diri dengan sertifikat MSC.

Masalahnya tidak mudah untuk mendapatkan sertifikat ini. Pasalnya, AS memberi persyaratan khusus. Salah satunya, eksportir harus memenuhi standar penangkapan kepiting sesuai kaidah MSC. Cara penangkapannya harus ramah lingkungan dan volume tangkapnya dibatasi. "Aturan ini yang akan mengancam volume ekspor kepiting kita," terang Saut.

Jika eksportir tetap ingin mengirim produk kepiting ke AS, mereka harus mengajukan sertifikat MSC mulai sekarang. Saut berharap, eksportir segera mengajukannya agar tidak kehilangan pasar.

Sejauh ini, pemerintah Indonesia, imbuh Saut, tidak membenarkan aksi penangkapan kepiting tanpa mempertimbangkan konservasi. Ia juga meminta pengusaha kepiting mendukung upaya konservasi dan menjaga habitat. "Walaupun permintaan tinggi, kita mesti menjaga produksi," jelas Saut berharap.

Dengan membatasi penangkapan kepiting, pengusaha tetap bisa diuntungkan. Menurut Saut, jika pasokan semakin terbatas, maka harga jual kepiting justru bakal lebih tinggi. "Kita harus berpikir jangka panjang. Daripada menggenjot produksi hari ini dan hasilnya cepat habis, maka lebih baik bertahap tapi bersifat jangka panjang," jelas Saut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×