Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Empat Proyek Strategis Nasional (PSN) masih terus digarap demi mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di tahun 2030. Sayang, proyek-proyek tersebut masih harus menemui berbagai kendala.
Keempat PSN yang dimaksud meliputi proyek Jambaran Tiung Biru (JTB), proyek Tangguh Train III, Indonesia Deepwater Development (IDD), dan proyek Blok Masela.
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, proyek JTB dikerjakan oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC) selaku anak usaha PT Pertamina (Persero). Awal November lalu, PEPC telah merampungkan pengeboran 6 sumur proyek JTB demi mengejar target on stram pada tahun 2021 mendatang. Nantinya, JTB memiliki produksi rata-rata sales gas sebesar 192 MMSCFD.
Kemudian, proyek Tangguh Train III yang dikerjakan oleh BP Berau Ltd ditargetkan on stream pada akhir tahun 2021. Sebelumnya, proyek ini ditargetkan selesai dan on stream pada tahun 2020. SKK Migas pun pernah menyebut, penjualan gas proyek Tangguh Train III oleh BP Berau Ltd mencapai 595 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Baca Juga: Ini strategi Kementerian ESDM untuk kejar target 1 juta barel per hari di 2030
Berikutnya, terdapat proyek IDD yang ditargetkan on stream pada tahun 2025 mendatang. Namun, proyek tersebut bermasalah lantaran Chevron Pacific Indonesia dikabarkan hengkang dari proyek tersebut. Perusahaan migas asal Italia, ENI disebut-sebut bakal menggantikan Chevron di Blok IDD.
Terakhir, ada proyek Gas Abadi Blok Masela yang menghadapi kendala serupa, yakni ditinggal salah satu investornya Royal Dutch Shell Plc. Lantas, Inpex Corporation selaku pemegang saham terbesar di proyek tersebut masih berupaya mencari investor sebagai pengganti Shell. Proyek yang bernilai investasi mencapai US$ 20 miliar ini sejatinya ditargetkan on stream pada tahun 2027 nanti.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengonfirmasi, sejauh ini seluruh PSN yang sedang berlangsung tidak mengalami perubahan target on stream. Pihaknya pun masih terus melakukan pemantauan terhadap masing-masing proyek.
“Target on stream tetap kami jaga karena masih ada ruang untuk pemulihan in case ada slipped,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Selasa (15/12).
Dia memberi contoh, proyek JTB dan Tangguh Train III tetap direncanakan on stream pada tahun 2021 mendatang. Namun, target on stream tersebut masih ada ketergantungan dengan perkembangan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia.
Sedangkan untuk proyek IDD dan Blok Masela memang masih terus dilakukan proses adjustment usai hengkangnya investor di kedua proyek tersebut. “Jadi belum selesai,” imbuh Julius.
Baca Juga: Petrokimia bakal jadi andalan Pertamina demi tarik investor
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyebut, kepergian investor besar seperti Chevron dan Shell dari proyek-proyek strategis nasional perlu mendapat perhatian khusus. Pihaknya pun juga akan ikut melakukan evaluasi.
Dia menilai, tidak mungkin investor-investor yang pergi dari PSN hanya disebabkan oleh faktor pandemi Covid-19 dan kebijakan global masing-masing perusahaan saja. “Kita perlu berkaca pada diri sendiri apa yang belum optimal dilakukan untuk menarik investor ke sektor hulu migas Indonesia yang memang butuh investasi besar,” ungkap dia, Selasa (15/12).
Menurut Eddy, masalah klasik yang ada di sektor migas Indonesia berkaitan dengan peraturan yang terkesan kurang bersahabat dengan investor hingga peraturan yang kerap tumpang tindih dan berubah-ubah. Padahal, kesucian kontrak di sektor hulu migas sangat penting untuk dipertahankan dan dihormati baik oleh pihak Indonesia maupun investor.
Eddy berharap, adanya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat menyelesaikan beberapa masalah di sektor migas, khususnya terkait regulasi yang berbelit-belit dan tumpang tindih. Selain itu, DPR RI juga akan mendorong revisi UU Migas pada kuartal II-2021 nanti yang diharapkan dapat mempercepat proses investasi di sektor hulu migas.
Tak hanya itu, berbagai insentif fiskal dan nonfiskal yang menarik di sektor hulu migas juga dinilai perlu dikaji ulang melalui Badan Keuangan Fiskal Kementerian Keuangan. Kajian tersebut sangat krusial mengingat investor migas pada dasarnya memiliki banyak pilihan. Dalam hal ini, mereka tidak hanya dapat berinvestasi di Indonesia, melainkan juga negara-negara lainnya seperti di Amerika Latin, Eropa, ataupun Afrika.
“Kalau Indonesia tidak memiliki iklim investasi migas yang kondusif dan insentif yang menarik, investor akan pilih destinasi yang lain,” ujar Eddy.
Selanjutnya: Jadi proyek strategis nasional (PSN), Pertamina kebut pembangunan proyek kilang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News