Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah, Kalimantan Barat milik PT Inalum dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) diproyeksikan mengalami pemunduran jadwal operasi.
Proyek berkapasitas 1 juta ton ini semula ditargetkan rampung pada Juli 2023 mendatang. Perselisihan hitung antara EPC kontraktor proyek membuat pelaksanaan proyek tidak berjalan optimal. Asal tahu saja, Proyek SGAR dikelola PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) yang dimiliki PT Inalum (Persero) dengan saham sebesar 60% dan ANTAM dengan saham 40%.
Presiden Direktur PT BAI Dante Sinaga mengungkapkan, merujuk pada rencana yang ada maka seharusnya proyek sudah mencapai 71,73%. Sayangnya, sampai saat ini proyek dengan investasi mencapai US$ 831,5 juta ini baru mencapai 13,78%.
Baca Juga: Proyek Hilirisasi Tambang Perusahaan Pelat Merah Masih Bergulir
"Ini utamanya memang disebabkan oleh progres dari procurement yang sangat terlambat. Procurement terlambatnya 47,75%," ungkap Dante dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Senin (21/3).
Dante mengungkapkan, terhambatnya pengerjaan procurement berdampak pada tahapan-tahapan lainnya. Selain itu, ada dua faktor utama yang juga menjadi penyebab terlambatnya proyek SGAR Mempawah. Dante mengungkapkan, masih ada perselisihan antara EPC kontraktor. Belum adanya kesepakatan yang tercapai untuk internal consortium agreement diakui menjadi kendala.
Adapun, EPC kontraktor untuk proyek ini adalah BUMN asal China, China Aluminium International Engineering Corporation Ltd (Chalieco) bersama PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP).
Faktor kedua yakni terkait pengerjaan dan lokasi untuk red mud untuk tempat pengolahan limbah B3 dari smelter. "Jadi kedua hal ini (penyebab) namun yang paling besar adalah dispute antara konsorsium," kata Dante.
Dante pun memastikan, upaya mediasi telah dilakukan namun sejauh ini masih belum ada kesepakatan yang tercapai.
Direktur Operasi Bidang EPC PTPP Eddy Herman Harun mengungkapkan, masih terjadi selisih hitung nilai untuk beberapa pengerjaan antara PTPP dan juga Chalieco. Eddy menjelaskan, berdasarkan cakupan pengerjaan maka PTPP bertugas untuk civil work dan sisanya oleh Chalieco.
"Kami gak bisa kerja sendiri karena datanya harus dari Chalieco. kami tidak bsa mengarang-ngarang, itu terlambat sampai ke kami bahkan belum seluruh fasilitas data-datanya diberikan ke kami," kata Eddy.
Baca Juga: Ini Loh Alasan Industri Aluminium di Indonesia Perlu Dikembangkan
Eddy melanjutkan, berdasarkan kontrak konsorsium, telah disepakati unit price untuk pengerjaan meliputi 2.628 items. Dari jumlah tersebut, 2.297 items merupakan unit ptice dan sisanya merupakan item lumpsump.
Untuk item price nilai kontrak awal mencapai Rp 2,77 triliun. Belakangan terjadi selisih hitung untuk pengerjaan serta harga antara kedua anggota konsorsium. Keterlambatan ini diakui berpotensi membuat proyek harus mundur dari jadwal.
"Kalau T&C seperti ini pasti proyeknya mundur, kalau selesai sih selesai tapi ini waktu pasti mundur," ungkap Dante, sayangnya ia pun belum bisa memberikan proyeksi lebih jauh.
Sekadar informasi, proyek ini diharapkan nantinya bisa mengolah bauksit dari PT Antam untuk selanjutnya dikirim ke Smelter Inalum. Kehadiran proyek ini pun juga diharapkan bisa menekan angka impor alumina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News