Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Faktor kedua yakni terkait pengerjaan dan lokasi untuk red mud untuk tempat pengolahan limbah B3 dari smelter. "Jadi kedua hal ini (penyebab) namun yang paling besar adalah dispute antara konsorsium," kata Dante.
Dante pun memastikan, upaya mediasi telah dilakukan namun sejauh ini masih belum ada kesepakatan yang tercapai.
Direktur Operasi Bidang EPC PTPP Eddy Herman Harun mengungkapkan, masih terjadi selisih hitung nilai untuk beberapa pengerjaan antara PTPP dan juga Chalieco. Eddy menjelaskan, berdasarkan cakupan pengerjaan maka PTPP bertugas untuk civil work dan sisanya oleh Chalieco.
"Kami gak bisa kerja sendiri karena datanya harus dari Chalieco. kami tidak bsa mengarang-ngarang, itu terlambat sampai ke kami bahkan belum seluruh fasilitas data-datanya diberikan ke kami," kata Eddy.
Baca Juga: Ini Loh Alasan Industri Aluminium di Indonesia Perlu Dikembangkan
Eddy melanjutkan, berdasarkan kontrak konsorsium, telah disepakati unit price untuk pengerjaan meliputi 2.628 items. Dari jumlah tersebut, 2.297 items merupakan unit ptice dan sisanya merupakan item lumpsump.
Untuk item price nilai kontrak awal mencapai Rp 2,77 triliun. Belakangan terjadi selisih hitung untuk pengerjaan serta harga antara kedua anggota konsorsium. Keterlambatan ini diakui berpotensi membuat proyek harus mundur dari jadwal.
"Kalau T&C seperti ini pasti proyeknya mundur, kalau selesai sih selesai tapi ini waktu pasti mundur," ungkap Dante, sayangnya ia pun belum bisa memberikan proyeksi lebih jauh.
Sekadar informasi, proyek ini diharapkan nantinya bisa mengolah bauksit dari PT Antam untuk selanjutnya dikirim ke Smelter Inalum. Kehadiran proyek ini pun juga diharapkan bisa menekan angka impor alumina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News