Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eramet Indonesia, bagian dari perusahaan pertambangan Prancis, Eramet Group atau Eramet SA, mengumunkan telah melakukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mereka di Indonesia tahun ini, dan telah mendapatkan tambahan produksi sekitar 10 juta ton nikel.
"Kami menargetkan 42 juta ton bijih karena kami baru saja mendapatkan perpanjangan RKAB dari Kementerian ESDM untuk tambahan 10 juta. Jadi, awalnya 32 juta ton, sekarang 42 juta ton," ungkap Jerome dalam agenda Eramet: Journalist Class, di Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025).
Lebih detail, Jerome mengatakan bahwa penambahan 10 juta ton produksi bijih adalah untuk produksi bijih nikel berkadar rendah atau limonit yang akan diproses melalui smelter dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Baca Juga: Eramet Buka Suara Soal Rencana Akuisisi Smelter Nikel Huayou
"RKAB baru yang kami dapatkan adalah untuk limonit. Ini untuk menyediakan kebutuhan (smelter) HPAL di Weda Bay, Nickel" ungkapnya.
Sedangkan secara total target produksi 42 juta ton bijih terbagi menjadi 30 juta ton nikel berkadar tinggi atau saprolit dan 12 juta ton limonit.
"Di 42 juta ini, kami memiliki pada dasarnya 27 juta ton saprolit yang bisa kami jual untuk Nickel Pig Iron (NPI). Kami memiliki 3 juta (produksi) untuk plantasi sendiri. Jadi total saprolit adalah sekitar 30 juta. Lalu, limonit untuk HPAL adalah sekitar 12 juta," jelasnya.
Jika dibandingkan, produksi Weda Bay Nickel, perusahaan patungan Eramet dengan Tsingshan, pada tahun 2024 mencapai 32 juta ton. Artinya target produksi sepanjang tahun 2025 ini lebih besar daripada tahun lalu.
Lebih lanjut, Jerome mengungkapkan perusahaan mematok target serupa untuk RKAB 2026 yakni mencanangkan produksi sebesar 42 juta ton bijih nikel.
“Tahun depan diperkirakan serupa. Juga sekitar 42 juta ton,” ucap dia.
Baca Juga: Danantara dan Eramet Garap Baterai Listrik
Berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan kapasitas tambang, PT Weda Bay Nickel bisa mencapai 60 juta ton per tahun. Dia memprediksi, kedepannya bisa mendapatkan persetujuan RKAB untuk menambang 60 juta ton nikel pada 2027 atau 2028.
“Saat ini kami memiliki 42 juta ton. Jika kami bisa mendapatkan (peningkatan RKAB) misalnya pada 2027, 2028, kami bisa (produksi) 60 juta ton. Itu akan membantu kami memasok ke industri HPAL,” tutupnya.
Selanjutnya: Bos Bumi Serpong Damai (BSDE) Beli 3,29 Juta Saham Perusahaan, Total Rp 3 Miliar
Menarik Dibaca: Harga Bitcoin Hari Ini Jatuh ke Bawah US$ 110.000, Pertama Kali sejak Maret 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News