Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengancam akan mencabut izin perusahaan pertambangan yang selama ini belum melaksanakan kewajibannya dalam pelunasan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Menurut data Kementerian ESDM, piutang PNBP tercatat Rp 6,65 triliun. Rinciannya, Kontrak Karya (KK) mencapai Rp 258,8 miliar, piutang PNBP Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) senilai Rp 2,37 triliun dan untuk piutang IUP mencapai Rp 4,01 triliun.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menyatakan, dalam waktu dekat akan men-default perusahaan tambang apabila belum memenuhi kewajiban piutang PNBP tersebut.
“Tunggakan-tunggakan yang perusahaan itu harus melunaskan, kalau tidak kita default,“ tegasnya di Kantor Dirjen Minerba, Kamis (2/3).
Sayang, Bambang enggan menyebutkan nama-nama perusahaan tambang yang belum melunasi kewajibanya.
Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Jonson Pakpahan mengatakan, piutang negara tersebut mayoritas berasal dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah alias non clean and clear (CnC).
“Ada juga dari IUP yang kemarin direkomendasikan oleh gubernur untuk di-CnC. Kalau belum penuhi kewajiban itu, bukan hanya tidak mendapatkan CnC, juga tetap akan dicabut IUP-nya,“ paparnya, Kamis (2/3).
Bagi IUP penunggak PNBP yang telah mengantongi status CnC, dipastikan tidak bisa melakukan penjualan komoditasnya. Pasalnya, salah satu syarat melakukan pengapalan adalah bukti pelunasan penerimaan negara.
Dia menegaskan, ESDM akan menyerahkan perusahaan yang masih membandel kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun selama ini Kementerian ESDM telah berkoordinasi dengan KPK terkait penataan IUP bermasalah dalam kegiatan koordinasi dan supervisi, termasuk soal piutang negara.
Kewajiban pelunasan tidak terkecuali bagi IUP non CnC yang akan dicabut dalam waktu dekat ini oleh gubernur. "Walaupun sudah dicabut, kewajiban tetap ada. Kalau belum melunasi itu nanti urusan KPK," terangnya.
Jonson mengungkapkan, penyelesaian masalah piutang itu selama ini terkendala oleh pengalihan dokumen dari bupati ke gubernur yang tidak optimal. Alhasil, proses evaluasi berjalan lambat karena dokumen-dokumen tersebut mengendap di kabupaten.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News