Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah sedang menghitung besaran penurunan harga gas industri kaca dan keramik. Kementerian Perindustrian berharap penghitungan yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bisa cepat terselesaikan.
"Sudah tidak dikaji lagi, kami sedang hitung mau diturunkan sampai seberapa jauh tergantung faktor keekonomian dari Kementerian ESDM. Terutama kemampuan suplai gas dari hulu dan distribusinya. Harganya kami minta US$ 6 per mmbtu," ujar Achmad Sigit Dwiwahjono, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka kepada KONTAN, Rabu (22/3).
Kementerian Perindustrian tidak merekomendasikan penurunan harga gas berdasarkan wilayah. "Kalau kami tidak bicara daerah. Sektor industrinya yang kami utamakan, bukan wilayahnya. Misalnya, seluruh industri keramik. Kami merekomendasikan perusahaan yang sudah mengajukan permohonan penurunan harga gas. Yang tidak mengajukan berarti sudah sesuai harga gasnya," kata Achmad.
Industri yang tak kunjung mendapat penurunan harga gas pada akhirnya mengalami kerugian karena utilisasinya turun. "Bukan molor, molor sekali. Akibatnya utilisasi produksi industri turun," kata Achmad.
Industri keramik misalnya, nilai industrinya turun dari nomor empat di dunia pada 2015 jadi nomor tujuh pada 2016. Peringkat industri keramik turun karena utilisasi produksinya turun. "Industri keramik utilisasinya melorot dari 80% jadi 65% dari sebelum bisa produksi 500 juta meter kubik sekarang tinggal 300 juta m2," ujar Achmad.
Achmad mengatakan, utilisasai turun karena harga gas tinggi. "Harga gas besar, harga produknya jadi tidak bisa bersaing di pasaran dipenuhi produk China yang lebih murah. Harga gas internasional di 2015 masih tinggi pada saat itu, sekarang harga gas internasional turun, kita ga turun," kata Achmad.
Saat ini kaca dan keramik didahulukan menerima penurunan harga gas karena kebutuhannya gas untuk produksinya besar. "Kaca dan keramik itu 30% struktur biayanya ialah gas. Jadi sangat krusial," ujar Achmad.
Perusahaan penerima penurunan harga gas untuk keramik dan kaca dipastikan dari swasta. "Ya dari swasta. Sudah ada 86 perusahaan yang mengajukan penurunan harga gas dari petrokimia, baja, pupuk, keramik, dan kaca," kata Achmad.
Setelah industri keramik dan kaca, Kementerian Perindustrian akan mengajukan industri tekstil, kertas, dan oleokimia. "Kalau ini sudah jadi, kami akan ajukan tekstil, kertas, dan oleokimia, sesuai dengan perpresnya (Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016). Kami mendorong industri yang ekspornya tinggi dan padat karya. Pengajuan ketiga industri itu tidak akan bersamaan dengan keramik dan kaca," kata Achmad.
Achmad mengatakan, berbeda dengan penurunan harga gas sektor petrokimia, baja, dan pupuk yang mendahulukan BUMN sebagai penerima penurunan harga gas, untuk industri kertas, BUMN produsen kertas seperti Kertas Leces dan Kertas Kraft Aceh tidak akan menerima penurunan harga gas. "Itu sudah tidak produksi lagi. Mereka tidak akan dapat penurunan harga gas. Mereka tidak punya bahan baku, tidak bisa produksi. Sudah pasti swasta yang kertas," kata Achmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News