Reporter: Gentur Putro Jati |
JAKARTA. Keinginan PT PLN (Persero), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) membeli gas produksi lapangan Matindok dan Senoro-Toili milik PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Energi Internasional Tbk mendapat respons pemerintah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menyatakan, Kamis ini (20/8) ia akan mempertemukan calon pembeli dari dalam negeri dengan produsen gas tersebut.
"Kami ingin mengetahui keseriusan pembeli domestik. Kami akan ukur apakah mereka sanggup membeli atau tidak," kata Purnomo, (19/8).
Pasalnya, imbuh Purnomo, harga jual gas itu akan merefleksikan keekonomian proyek. "Kalau ternyata harga yang mereka minta terlalu murah, dan jadi tidak ekonomis, ya lapangan enggak bisa dibuka," ujar Purnomo.
Soal mengukur keseriusan calon pembeli ini, Purnomo belajar dari pengalaman pengembangan kilang Tangguh. Ketika proyek itu pertama kali berjalan, PLN mendapat kesempatan pertama untuk membeli gas. "Tapi ujungnya tidak jadi beli karena menganggap harganya terlalu mahal," katanya.
Sejauh ini, dari ketiga peminat, belum ada satu pun yang bersedia membeli dengan harga diminta Pertamina dan Medco sebesar US$ 6,16 per MMBTU (juta british thermal unit).
"Berapa harga yang kami berani bayar harus mempertimbangkan dulu fungsi bisnisnya, termasuk memperhatikan kemampuan membayar industri yang menjadi konsumen kami," kata Direktur Pengembangan PGN Bambang Banyudoyo kepada KONTAN, Rabu (19/8).
Sementara kepada Pertamina dan Medco, Purnomo akan bertanya lebih detail mengenai alternatif pendanaan. Ini merupakan konsekuensi dari keputusan menjual seluruh produksi ke domestik.
Pendanaan lain
Tadinya pembangunan kilang akan dibiayai Japan Bank for International Cooperation (JBIC) melalui Mitsubishi Corporation. "Karena gas tak jadi dijual ke pembeli Jepang, mereka bisa saja menolak membiayai," kata Purnomo.
Investasi kilang (downstream) butuh dana US$ 1,8 miliar. Sementara biaya pengembangan upstream sekitar US$ 400 juta. "Ditambah investment during construction (IDC) totalnya bisa habis US$ 2,5 miliar. Itu setara Rp 25 triliun. Nah, pendanaannya dari mana?" ujar Purnommo panjang lebar.
Selain masalah pendanaan, Direktur Jenderal Migas Evita Herawati Legowo menambahkan, pemerintah juga akan menanyakan kelanjutan pembangunan terminal apung gas alam cair di Jawa Barat dan Sumatera Utara kepada PGN dan Pertamina. Sebab, terminal apung ini rencananya akan mereka gunakan untuk menampung gas alam cair dari proyek Senoro.
Pemerintah, kata Evita, menargetkan terminal apung tersebut sudah beroperasi sebelum gas dari Matindok dan Senoro-Toili berproduksi pada 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News