Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah Indonesia akhirnya menyetujui secara resmi revisi Plan of Development (PoD) yang diajukan oleh Inpex Masela Ltd untuk Blok Masela. Adapun, jalan berliku telah dilalui selama 20 tahun.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan awalnya POD itu akan ditandatangani pada 28 Juni 2019 pada saat summit G20 di Osaka Jepang, yang rencananya akan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Namun, penandatangan POD di Osaka ternyata ditunda.
"Penundaan itu sempat merebakkan spekulasi bahwa masih terjadi ketidaksepakatan pada hasil revisi POD, yang diajukan oleh Inpex," sebut Fahmy dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id.
Fahmy menambahkan pada 1998, Inpex Corporation, melalui anak perusahaannya Inpex Masela Ltd, mendapat kontrak bagi hasil dengan skema product sharing contract (PSC) selama 30 tahun dalam mengoperasikan blok Masela.
Pada 2000, Inpex berhasil menemukan gas, dengan cadangan terbukti yang diperkirakan mencapai sekitar 27,6 TCF (Trillion Cubic Feet) gas Pada 2010 saat Pemerintahan SBY, Impex Masela sudah mempersiapakan POD untuk explorasi dan exploitasi dengan skema offshore, penggunaan skema Kilang Terapung di lepas Pantai.
Pada 2015 saat Pemerintahan Jokowi-JK sempat terjadi perdebatan panjang antara Menteri ESDM saat itu Sudirman Said dengan Menko Kemaritiman Rizal Ramli terkait pilihan skema di lepas pantai (offshore) atau di darat (onshore).
"Dengan beberapa pertimbangan, salah satunya multiplier effect bagi pengembangan industri di Maluku, Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan memilih usulan Rizal Ramli untuk mengubah pengembangan Blok Masela dari skema offshore menjadi skema onshore," jelas Fahmy.
Perubahan skema dari offshore ke on shore menyebabkan perubahan POD Blok Masela yang telah disusun sebelumnya. Dalam POD baru, Inpex mengajukan insentif fiskal dan perpanjangan kontrak 20 tahun ke depan, serta perubahan besaran investasi dan bagi hasil.
Perundingan untuk membahas revisi POD itu sempat tertunda selama hampir 3 tahun. Baru pada awal 2019, perundingan revisi POD dibuka kembali. Pada 26 Oktober 2018, Menteri ESDM Ignasius Jonan membuka kembali perundingan dengan CEO Inpex Takayuki Ueda di Tokyo. Pada pertemuan itu disepakati bahwa terkait insentif akan dibahas pada saat pembahasan biaya POD.
"Adapun, perpanjangan kontrak 20 tahun ke depan baru akan diajukan Inpex paling cepat 10 tahun sebelum kontrak berakhir pada 2028," ujar Fahmy.
Hingga akhir 2018, Inpex belum kunjung mengajukan revisi POD, sesuai kesepakatan sebelumnya. Pada 27 Mei 2019 Ignasius Jonan melanjutkan pertemuan dengan Ueda, yang berhasil menyepakati pokok-pokok POD.
Di antaranya: nilai investasi pengembangan Blok Masela yang mencapai sekitar US$20 miliar, pemerintah sekurangnya mendapat bagian (split) 50%:50%. Fahmy mengklaim kesepakatan tersebut merupakan win-win solution, yang memberikan mutual benefit bagi kedua belah pihak.
Sementara itu, Head of Agreement (HoA) ditandatangani oleh Kepala SKK Migas dan CEO Inpex Takayuki Ueda pada 16 Juni 2019 di sela-sela G20 Ministerial Meeting on Energy Transitions di Karuizawa, Jepang.
Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang Hiroshige Seko. "Selain persetujuan HOA, juga disepakati bahwa revisi POD akan ditandangani pada pertemuan puncak G20 di Jepang pada 28 Juni 2019," ungkap Fahmy.
Sayangnya, penandatangan revisi POD pada saat Summit G20 tidak dapat direalisasikan sesuai waktu ditetapkan dalam HoA. Baru pada Selasa,16 Juli 2019 revisi POD ditandangani oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dan CEO Inpex Corporation Takayuki Ueda di Istana Merdeka, yang disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Fahmy berpendapat, keberhasilan dalam perundingan untuk mencapai kesepakatan itu tentunya tidak terlepas dari kepiawaian Ignasius Jonan dalam melakukan lobby dengan Inpex.
"Jonan mondar-mandir ke Tokyo untuk menuntaskan perundingan. Serupa dilakukan Jonan saat perundingan divestasi 51% Saham Freeport, dengan modar-mandir ke Washington," kata Fahmy.
Penyelesaian Blok Masela dan Freeport itu tentunya dilakukan oleh Ignasius Jonan dalam rangka mewujudkan visi Presiden Joko Widodo untuk mencapai kemandirian energi.
Asal tahu saja, pada saat penandatangan tersebut, Presiden Joko Widodo menekankan pada tiga pesan. Pertama, Inpex harus menjalankan komitmen yang tertuang dalam POD, dengan arahan dari pemerintah lewat Kementerian ESDM. Kedua, Inpex harus memaksimalkan penggunaan lokal konten. Ketiga, Inpex harus menggunakan dan mengembangkan SDM lokal.
"Ini akan memberikan nilai tambah, tidak hanya nilai tambah ekonomi dan keuangan, tetapi juga nilai tambah terhadap SDM setempat," sebut Fahmy.
Selain nilai tambah tersebut, implementasi kesepakatan POD tersebut akan memberikan berbagai manfaat bagi Indonesia. Dengan investasi sebesar US$ 18,5 miliar - US$ 19,8 miliar, yang merupakan jumlah Foreign Direct Investment (FDI) terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia, menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia sangat kondusif.
Diharapkan FDI tersebut dapat mendorong investor lainnya untuk berinvestasi di Indonesia, utamanya investasi minyak dan gas. Beroperasinya Blok Masela akan memicu pertumbuhan industri di berbagai bidang usaha di daerah Maluku, utamanya industri yang menggunakan bahan baku gas. Industri Petrokimia akan tumbuh di sekitar Blok Masela dengan investasi diperkirakan sebesar US$ 2 miliar, yang akan memanfaatkan gas Blok Masela sekitar 150 kubik feet per tahun.
Selain itu, multiplier effect bagi perekonomian nasional diestimasikan sekitar 1,3% terhadap PDB, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap PDB sekitar US$153 miliar.
"Akan juga meningkatkan pendapatan rumah tangga dalam jumlah yang besar. Pada tahapan konstruksi, peningkatan pendapatan rumah tangga diperkirakan sebesar US$3 miliar dan pada tahapan produksi diestimasikan sebesar US$ 30 miliar," jelas Fahmy.
Dampak terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan diperkirakan rata-rata mencapai sebesar 73,1 ribu per tahun selama periode 2022-2050, sehingga dapat mengurangi kemiskinan.
"Agar manfaat ekonomi dapat dirasakan langsung oleh penduduk Maluku, Pemerintah sudah memutukan untuk memberikan Paticipating Interest (PI) sebesar 10% kepada Pemerintah Daerah Maluku," ungkap Fahmy.
Dengan nilai tambah, manfaat ekonomi, multiplier effect, penciptaan lapangan pekerjaan, pengurangan angka kemiskinan, dan PI. "Tidak berlebihan dikatakan bahwa pengelolaan Blok Masela akan memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai dengan amanah konstitusi Pasal 33 UUD 1945," tandas Fahmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News