Reporter: Handoyo | Editor: Fitri Arifenie
Pelaku usaha di sektor penggemukan sapi atau feedlot meminta kepada pemerintah membebaskan bea masuk impor. Selama ini, pemerintah mengenakan bea masuk sebesar 5% terhadap impor sapi betina produktif.
"Bisnis ini merupakan bisnis jangka panjang dan membutuhkan banyak pendanaan," kata Johny Liano, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo).
Johny mendukung langkah pemerintah mengijinkan impor sapi betina produktif. Dengan diizinkannya impor sapi betina produktif tersebut, diharapkan akan terjadi swasembada sapi ditingkat farm. Hasil peranakan dari sapi betina impor produktif tersebut akan digemukkan dan menjadi sapi bakalan.
Sekadar informasi, harga sapi betina produktif lebih mahal dibandingkan bakalan. Dua tahun lalu, harga sapi betina produktif berada di kisaran Rp 15 juta per ekor. Sementara sapi bakalan sekitar setegahnya.
Seperti halnya impor bibit sapi murni, proses impor sapi betina produktif harus didampingi oleh selektor atau dokter hewan. Selain itu, alat reproduksi sapi betina produktif tersebut juga harus baik sehingga masih dapat berproduksi normal.
Suswono, Menteri Pertanian mengatakan, dengan dikeluarkannya Permentan tersebut akan mendorong peningkatan populasi sapi dalam negeri. "Kita harapkan akan adanya integrasi sawit dan ternak. Karena sawit cukup potensial," kata Suswono.
Sementara itu, Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan mengatakan, pemerintah tak jadi mempercepat impor sapi bakalan kuartal empat ke kuartal tiga. "Kita belum bisa keluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) sampai ini karena petunjuk pelaksana dari Pertanian belum keluar," kata Gita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News