Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberlakukan pajak ganda terhadap industri rokok. Selain dikenai cukai, pemerintah melalui UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) juga mengenakan pajak untuk sektor tembakau.
Meski sudah diberlakukan, regulasi itu dinilai tidak pas. Pemerintah hanya berpikir menambah pundi anggaran dan menafikan kepentingan petani tembakau.
"Pajak sektor tembakau rokok memang sangat besar tapi sayangnya tidak pernah dikembalikan lagi untuk kepentingan tembakau. Misal PDRD ini diolah oleh tiap pemda tanpa ada kejelasan peruntukannya dan sering tidak tepat sasaran," kata Peneliti Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi dalam keterangannya, Senin (12/1).
Ia menambahkan sering kali anggaran yang didapat dari PDRD, salah satunya didapat dari industri tembakau, malah dipakai untuk perjalanan dinas pejabat dan rapat-rapat pejabat. Seharusnya anggaran tersebut digunakan lagi agar bisnis tembakau di daerah bisa tetap bergerak. "Sering kali duit pajak PDRD itu malah dipakai untuk perjalanan dan rapat-rapat," tegas Uchok.
Ia menilai, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah juga menekan industri tembakau dengan beragam regulasi. Namun, pemerintah daerah juga memanfaatkan dana dari pungutan tembakau untuk kepentingan-kepentingan lain para pejabat di daerah. "Untuk rapat-rapat bahkan diduga anggaran PDRD itu masuk kantong pejabat," tegasnya.
Ia mewanti-wanti pungutan pajak rokok dalam PDRD ini pada akhirnya juga dinikmati oleh kepentingan industri farmasi dengan dalih dana PDRD harus dipakai untuk kepentingan kesehatan dengan dalih mengobati mereka yang sakit akibat rokok.
"Jadi regulasi PDRD untuk tembakau dua yang menikmati yakni pemda dan industri farmasi, sementara petani tidak sama sekali," katanya.
Pada akhirnya, praktik pengenaan pajak ganda (cukai rokok dan pungutan atas cukai rokok) merupakan pajak ganda yang bertentangan dengan prinsip kepastian hukum sehingga PDRD berpotensi melanggar konstitusi. Pengenaan pajak ganda semacam ini dinilai mendiskreditkan konsumen rokok.
Catatan saja, penggunaan hasil Pajak Rokok Daerah, seusai UU, minimal 50% harus digunakan untuk kepentingan kesehatan masyarakat khususnya penanganan penyakit yang berhubungan dengan merokok. Selain itu, dapat digunakan untuk melakukan penegakan hukum terkait dengan penegakan perda yang mengatur Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
“Untuk itu penggunaan dana itu harus diawasi bersama-sama, karena nilainya triliunan," ujar Ucok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News