Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) mencatatkan kinerja penjualan yang positif pada sembilan bulan pertama tahun ini. Menilik laporan keuangan perseroan, pendapatan perseroan melonjak 125,90% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi US$ 168,39 juta di kuartal III 2019. Sebelumnya, pendapatan perseroan hanya mencapai US$ 74,54 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan pendapatan perseroan terkerek oleh penjualan amonia. Sepanjang Januari - September tahun lalu, angka penjualan amonia ESSA hanya mencapai US$ 40,39 juta di kuartal III. Angka ini selanjutnya tumbuh naik 248,30% secara yoy menjadi US$ 140,68 juta di kuartal III tahun ini.
Baca Juga: Laba bersih turun 40%, ini kata Panca Budi Idaman (PBID)
Maklum saja, ESSA memang baru saja mengoperasikan pabrik amonia bari di Luwuk, Sulawesi Tengah pada pertengahan tahun lalu.
Dengan capaian penjualan senilai US$ 140,68 juta, penjualan amonia berkontribusi sebesar 83,54% dari total pendapatan. Sementara itu, penjualan elpiji sebesar US$ 24,54 juta berkontribusi 14,57% dari total pendapatan. Sisanya, pendapatan perseroan berasal dari lini usaha pengolahan.
Kendati demikian, ESSA mencatatkan penurunan pada sisi laba periode berjalan. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, ESSA hanya membukukan laba periode berjalan sebesar US$ 4,57 juta pada kuartal III tahun ini.
Padahal sebelumnya laba periode berjalan perseroan tercatat mencapai US$ 15,41 juta di kuartal III tahun lalu. Artinya, terjadi penurunan sekitar 70,28% secara yoy pada sisi laba periode berjalan.
Corporate Secretary and Head of Legal Surya Esa Perkasa, Lufy Setia R. mengatakan bahwa penurunan laba periode berjalan salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku serta biaya-biaya lainnya.
Baca Juga: Investasi manufaktur menurun, serapan tenaga kerja makin landai
Mengacu kepada laporan keuangan perseroan, bahan baku digunakan atau raw material used memang tercatat mengalami kenaikan sekitar 150,32% secara yoy dari yang semula US$ 33,51 juta di kuartal III 2018 menjadi US$ 88,91 juta di kuartal III 2019.
Padahal, bahan baku memiliki porsi yang paling besar dalam beban pokok pendapatan perseroan. Pada kuartal III 2019 saja misalnya, biaya bahan baku berkontribusi sekitar 63,56% beban pokok pendapatan perseroan.
Alhasil, penurunan pada sisi laba sudah bisa terlihat pada sisi laba kotor atau gross profit. Sepanjang Januari - September 2019, laba kotor perseroan tercatat sebesar US$ 29 juta atau turun sekitar 13,22% dari yang semula US$ 33,42 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan juga terjadi pada beban lainnya seperti misalnya beban umum dan administrasi yang naik 72,33% secara dari US$ 7,01 juta di kuartal III 2018 menjadi US$ 12,08 juta di kuartal III tahun ini
Hingga tutup tahun, perseroan mengaku lebih berfokus untuk menjaga level produksi dan net profit margin agar tetap positif alih-alih mengincar pertumbuhan harga. Alasannya, laba sangat dipengaruhi oleh harga yang cenderung berfluktuasi dan tidak bisa diprediksi.
“Kalau harga membaik, di kuartal IV profit bisa lebih tinggi,” ujar Lufy kepada Kontan.co.id (11/11).
Baca Juga: Tren PMA di sektor manufaktur terus menurun
Asal tahu saja, tahun ini ESSA mematok target produksi sebesar 750.000 metrik ton (MT) untuk amonia dan elpiji. Hingga kuartal III, realisasi produksi keduanya telah mencapai lebih dari 75% dari target.
Sementara dari sisi penjualan, perseroan menargetkan penjualan bisa bertumbuh dibanding tahun lalu. Asal tahu saja, ESSA mencatatkan pendapatan sebesar US$ 148,04 juta di tahun 2018. Sayangnya, Lufy enggan menyebutkan berapa angka pertumbuhan penjualan yang ingin dikejar oleh perseroan.
Lufy mengaku optimis perseroan dapat merealisasikan target penjualan hingga tutup tahun. Pasalnya, ESSA telah memiliki offtake agreement atau perjanjian pembelian hingga tahun 2027 dengan Genesis Corp untuk produk amonia dan long term contract dengan Pertamina untuk produk elpiji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News