Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
Alhasil, penurunan pada sisi laba sudah bisa terlihat pada sisi laba kotor atau gross profit. Sepanjang Januari - September 2019, laba kotor perseroan tercatat sebesar US$ 29 juta atau turun sekitar 13,22% dari yang semula US$ 33,42 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan juga terjadi pada beban lainnya seperti misalnya beban umum dan administrasi yang naik 72,33% secara dari US$ 7,01 juta di kuartal III 2018 menjadi US$ 12,08 juta di kuartal III tahun ini
Hingga tutup tahun, perseroan mengaku lebih berfokus untuk menjaga level produksi dan net profit margin agar tetap positif alih-alih mengincar pertumbuhan harga. Alasannya, laba sangat dipengaruhi oleh harga yang cenderung berfluktuasi dan tidak bisa diprediksi.
“Kalau harga membaik, di kuartal IV profit bisa lebih tinggi,” ujar Lufy kepada Kontan.co.id (11/11).
Baca Juga: Tren PMA di sektor manufaktur terus menurun
Asal tahu saja, tahun ini ESSA mematok target produksi sebesar 750.000 metrik ton (MT) untuk amonia dan elpiji. Hingga kuartal III, realisasi produksi keduanya telah mencapai lebih dari 75% dari target.
Sementara dari sisi penjualan, perseroan menargetkan penjualan bisa bertumbuh dibanding tahun lalu. Asal tahu saja, ESSA mencatatkan pendapatan sebesar US$ 148,04 juta di tahun 2018. Sayangnya, Lufy enggan menyebutkan berapa angka pertumbuhan penjualan yang ingin dikejar oleh perseroan.
Lufy mengaku optimis perseroan dapat merealisasikan target penjualan hingga tutup tahun. Pasalnya, ESSA telah memiliki offtake agreement atau perjanjian pembelian hingga tahun 2027 dengan Genesis Corp untuk produk amonia dan long term contract dengan Pertamina untuk produk elpiji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News