kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.707.000   -1.000   -0,06%
  • USD/IDR 16.294   41,00   0,25%
  • IDX 6.804   15,86   0,23%
  • KOMPAS100 1.007   -1,85   -0,18%
  • LQ45 778   -3,09   -0,40%
  • ISSI 212   1,54   0,73%
  • IDX30 403   -1,69   -0,42%
  • IDXHIDIV20 487   -0,92   -0,19%
  • IDX80 114   -0,37   -0,33%
  • IDXV30 120   0,04   0,03%
  • IDXQ30 132   -0,12   -0,09%

Freeport dan Amman Minta Relaksasi Ekspor, Lagu Lama yang Muncul Tiap Tahun


Rabu, 19 Februari 2025 / 18:25 WIB
Freeport dan Amman Minta Relaksasi Ekspor, Lagu Lama yang Muncul Tiap Tahun
ILUSTRASI. PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) meminta relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) meminta relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga. Permintaan ini diajukan karena smelter masing-masing perusahaan masih dalam tahap penyelesaian dan belum bisa beroperasi penuh.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai, langkah meminta relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan "lagu lama" yang rutin tiap tahun selalu muncul.

"Walaupun melanggar UU Minerba, namun memang tidak dapat dihindari karena faktor smelter dalam negeri yang belum siap. Ini langkah moderat yang memang "maju kena mundur kena", artinya jika tetap stop akan berisiko dan jika lanjut ekspor itu melanggar UU, sehingga pemerintah mau enggak mau tetap memberikan izin ekspor. Namun pemerintah harus tetap dengan cara yang benar dan bertanggung jawab," kata Bisman kepada Kontan, Rabu (19/2).

Baca Juga: Smelter Belum Kelar, Freeport dan Amman Minta Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga

Sebelumnya, Amman Mineral dan PTFI meminta relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga lantaran smelter masing-masing perusahaan masih dalam tahap penyelesaian dan belum bisa beroperasi penuh.

Presiden Direktur Amman Mineral Rachmat Makkasau mengungkapkan, smelter yang dibangun oleh anak usaha mereka, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), baru mencapai kapasitas operasi sekitar 48%. Smelter ini berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dengan kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun.

“Kami berharap dapat diberikan fleksibilitas untuk melakukan ekspor mengingat banyaknya ketidakpastian dalam proses commissioning ini,” kata Rachmat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2).

Proses commissioning smelter Amman dimulai sejak Juni 2024, setelah tahap mechanical completion rampung pada Mei 2024. Namun, kompleksitas teknologi yang digunakan—mengombinasikan teknologi dari Yanggu, China, serta penyedia lain seperti Merin dan Ototec—menjadi tantangan tersendiri.

Adapun, Amman telah berkomitmen membangun smelter sejak mengambil alih tambang dari PT Newmont pada 2017. Awalnya, kapasitas smelter dirancang 2,6 juta ton, tetapi kemudian disesuaikan dengan produksi Amman menjadi 900.000 ton. Total investasi proyek ini mencapai sekitar US$ 1,4 miliar.

Dengan kapasitas operasi yang masih di bawah target, Amman menilai relaksasi ekspor konsentrat tembaga akan membantu menjaga keseimbangan produksi dan operasional hingga smelter dapat beroperasi penuh.

Baca Juga: Operasi Smelter 48%, Amman Mineral (AMMN) Minta Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga

Sementara itu, PT Freeport Indonesia juga mengalami kendala dengan smelter katoda tembaga di Manyar, Gresik, Jawa Timur.

Direktur Utama PTFI, Tony Wenas, menyatakan bahwa akibat terhentinya operasional smelter, PT Smelting di Gresik hanya mampu menyerap sekitar 40% dari total konsentrat tembaga yang dihasilkan Freeport di Papua.

Kondisi ini menyebabkan sekitar 1,5 juta ton konsentrat tembaga menjadi idle atau tidak terpakai. Menurut Tony, jika ekspor tetap dilarang, negara berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 65 triliun per tahun.

“Dari total nilai ekspor yang bisa lebih dari US$ 5 miliar, negara berpotensi kehilangan pendapatan sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 65 triliun dari berbagai sumber seperti bea keluar, royalti, dividen, dan pajak,” kata Tony.

Rincian potensi kehilangan penerimaan negara tersebut meliputi: Dividen: US$ 1,7 miliar (Rp 28 triliun), Pajak: US$ 1,6 miliar (Rp 26 triliun), Bea keluar: US$ 0,4 miliar (Rp 6,5 triliun), Royalti: US$ 0,3 miliar (Rp 4,5 triliun).

Selain itu, larangan ekspor juga berdampak pada pendapatan daerah yang diperkirakan akan berkurang hingga Rp 5,6 triliun pada 2025. Provinsi Papua Tengah diprediksi mengalami penurunan pendapatan Rp 1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp 2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp 2 triliun.

Tony juga menyoroti dana kemitraan untuk pengembangan masyarakat yang berasal dari 1% revenue Freeport juga akan berkurang sekitar Rp 1 triliun jika larangan ekspor tetap berlaku.

Baca Juga: Menimbang Alasan Freeport Minta Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga, Apa Masih Layak?

Menyikapi kondisi ini, Freeport meminta pemerintah untuk kembali membuka izin ekspor konsentrat tembaga pada tahun ini. Menurut Tony, berdasarkan ketentuan dalam izin usaha pertambangan khusus (IUPK), ekspor dapat dilakukan jika terjadi keadaan kahar (force majeure). Namun, regulasi Kementerian ESDM masih perlu disesuaikan untuk mengakomodasi situasi ini.

Pemerintah sebelumnya telah memberikan izin ekspor bagi beberapa perusahaan yang smelternya belum mencapai target operasi penuh. Jika relaksasi ekspor tidak diberikan, baik Amman maupun Freeport berisiko mengalami gangguan operasional yang dapat berdampak luas pada industri tambang dan penerimaan negara.

Selanjutnya: Penjualan Motor Listrik Januari 2025 Anjlok 70% YoY, Ini Penyebabnya

Menarik Dibaca: Cuaca Besok, Jogja dan Sekitarnya Diguyur Hujan pada Sore atau Malam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×