Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menunggu jawaban pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral terkait permintaan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, pihaknya saat ini tengah berdiskusi dengan pemerintah terkait waktu perpanjangan.
Dalam catatan Kontan, alasan utama Freeport kembali mengajukan relaksasi, adalah karena saat ini smelter tembaga mereka yang terletak di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur masih dalam proses perbaikan, setelah mengalami kebakaran pada Senin (14/10).
Baca Juga: Kebakaran Smelter Tak Bisa Jadi Alasan Freeport Minta Perpanjang Ekspor
Padahal pada Juni 2024 pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memberikan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga bagi Freeport, yang akan habis masanya di akhir Desember 2024.
"Itu (perpanjangan) sedang kita ajukan ke pemerintah. Masih didiskusikan terus dengan pemerintah," ungkap Presiden Direktur Freeport Indonesia, Tony Wenas saat ditemui usai acara Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu (4/12).
Menurut Tony, dibutuhkan waktu hingga pertengahan tahun 2025 hingga smelter berfungsi 100%.
"Ini kita lagi menghitung, tapi mungkin diperkirakan mungkin sekitar 6 bulan. Mudah-mudahan (pertengahan tahun 2025), ini yang lagi kita hitung terus," kata Tony.
Dari sisi pemangku kebijakan, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno mengatakan saat ini pihaknya masih dalam tahap investigasi sebelum memutuskan memberikan perpanjangan waktu ekspor.
Baca Juga: Smelter Belum Beroperasi, Freeport Minta Perpanjangan Izin Ekspor
"Yang jelas kan ada tim investigasi. Dari kepolisian juga ada, dari keselamatan juga ada. Nanti hasilnya seperti apa, kan antara disengaja tidak akan ketahuan," katanya.
meski begitu pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan pemerintah yang baru harus tegas untuk tidak melanjutkan permintaan ini. Sebab, berlanjutnya ekspor akan membuat target hilirisasi mineral terutama tembaga di Indonesia kembali molor.
"Kan awalnya minta perpanjangan karena smelternya belum jadi, kemudian minta perpanjangan lagi karena smelternya kebakaran. Saya rasa cukup bagi pemerintah untuk memberikan relaksasi impor bagi Freeport, pemerintah harus tegas," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (12/12).
Minta Relaksasi Ekspor di Tengah Kesulitan Mencari Offtaker
Meski disebut sebagai pemilik smelter pemurnian tembaga Design Single Line terbesar di dunia dengan dengan kapasitas produksi 1,7 juta ton dan menghasilkan katoda tembaga hingga 600.000 ton per tahun, Freeport ternyata merasa kesulitan mencari offtaker untuk menyerap produk hilirisasi tembaga mereka.
VP Government Relations Smelter Technical Support Freeport Indonesia, Harry Pancasakti mengatakan, demand atau permintaan global terhadap katoda tembaga masih lebih tinggi daripada supplay.
Meski begitu, Harry menyayangkan jika produk hilirisasi tembaga ini justru jatuh ke negara lain alias diekspor.
"Kalau di dalam negeri tidak ada yang memanfaatkan, kalau kita lempar keluar pasti habis. Cuma kan sayang, kalau sudah dimurnikan di dalam negeri, di dalam negeri tidak dimanfaatkan," katanya dalam acara Bisnis Indonesia Economy Outlook 2025, Kamis (10/12).
Baca Juga: Smelter Tembaga Baru Pulih Pertengahan 2025, Freeport Indonesia Minta Keringanan
Dia menyebut secara global permintaan katoda tembaga dunia mencapai 2 juta ton per tahun, atau lebih besar dari produksi yang ada.
"Sebetulnya kalau tembaga, balance dunia, itu demand masih lebih tinggi dari supplay-nya. Artinya secara global, dunia itu 2 juta ton katoda tembaga permintaan lebih tinggi daripada produksi. Kalau diekspor keluar yang memanfaatkan dunia luar," jelasnya.
Berdasarkan catatan Kontan, saat ini baru ada satu perusahaan yang sudah bekerjasama dengan Freeport untuk menjadi offtaker katoda tembaga, yaitu perusahaan asal China yang terletak di kawasan sama dengan smelter tembaga Freeport, yaitu PT Hailiang Nova Material Indonesia.
"Disamping smelter kita ada industri copper foil, investornya dari asing itu Hailang yang sudah masuk. Mereka sudah meng-offtake katoda tembaga kita, walaupun tidak semuanya," kata Harry.
Adapun PT Hailang hanya akan mengambil 100.000 katoda tembaga dari total produksi 600 ribu ton per tahun. Artinya, Freeport masih harus mencari offtaker baru lagi jika ingin semua produksi terserap dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News