Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga diharapkan tidak dikabulkan oleh pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai kementerian penentu yang nantinya akan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) terkait kelanjutan dari relaksasi ini.
Terkait hal ini, pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa Indonesia akan kembali kehilangan nilai tambah dari hilirisasi jika memberikan perpanjangan izin ekspor kepada Freeport.
"Kalau pemerintah memberikan kembali relaksasi ekspor, maka potensi nilai tambah akan kembali hilang. Saya rasa ini sudah terakhir untuk pemberian relaksasi. Jadi larangan ekspor tadi harus berlaku pada Januari 2025," ungkap Fahmy saat dihubungi Kontan, Kamis (26/12).
Baca Juga: Molor Lagi, Erick Thohir Sebut Smelter Freeport Baru Produksi Kembali September 2025
Menurut Fahmy, nilai tambah terbesar akan diterima Freeport melalui ekspor konsentrat tembaga. Sedangkan Indonesia hanya mendapat tambahan dari pajak atau royalti konsentrat saja.
"Bagi Freeport memang lebih menguntungkan dia ekspor dalam bentuk konsentrat, karena nilai tambah terbesar akan dinikmati oleh Freeport. Sementara Indonesia kehilangan potensi nilai tambah tadi karena hanya dapat pajak atau royalti dari konsentrat," tambahnya.
Adapun terkait dampak jika tidak berlanjutnya relaksasi ini pada pendapatan dan dividen PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), Fahmy bilang akan ada penurunan dengan catatan jika Freeport memutusakan untuk menghentikan produksi konsentratnya.
"Sebagai pemegang saham mayoritas, kalau kemudian (ekspor) konsentrat dilarang, dan dia (Freeport) menghentikan produksinya maka akan mengurangi pendapatan, termasuk pendapatan dividen untuk MIND ID," katanya.
Baca Juga: MIND ID Dorong Hilirisasi Pertambangan dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
"Tapi saya tidak yakin bahwa Freeport akan menghentikan produksi konsentratnya. Karena dampaknya akan cukup besar bagi pemegang saham dari sisi McMoRan," tambahnya.
Asal tahu saja saat ini saham Freeport Indonesia dimiliki oleh Pemerintah Indonesia melalui MIND ID sebesar 51,23% dan sisanya sebesar 48,77% dimiliki oleh Freeport-McMoRan (FCX).
Fahmy menambahkan, keputusan untuk tidak melanjutkan relaksasi ekspor bisa menjadi momentum bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk menegaskan keseriusan terkait target hilirisasi energi.
"Sebab kalau tidak (dihentikan), atau diberikan lagi relaksasi ekspor, akan ada potensi meminta relaksasi ekspor di tahun-tahun selanjutnya," ungkapnya.
Asal tahu saja, permintaan relaksasi ekspor konsentrat ini makin menguat usai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkap bahwa smelter Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur yang mengalami kebakaran pada Senin (14/10), baru bisa beroperasi pada September 2025 mendatang.
"Ya, nanti akan produksinya (smelter) di bulan September," ungkap Erick saat ditemui di Kantor BUMN, Selasa (24/12).
Padahal, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas sebelumnya mengatakan smelter akan beroperasi lagi pada pertengahan tahun 2025.
"Mungkin sekitar 6 bulan lah. Mudah-mudahan (pertengahan tahun 2025), ini yang lagi kita hitung terus," ungkap Tony saat ditemui usai acara Indonesia Mining Summit 2024, yang dilaksanakan di Jakarta, Rabu (04/12).
Baca Juga: Freeport Ajukan Tambahan Kuota Ekspor Tembaga 2024, Smelter Belum Pulih
Selanjutnya: Cek Kode Redeem FF Hari ini 28 Desember 2024 lengkap Link Redeem Reward.ff.garena.com
Menarik Dibaca: 4 Tanda Anda Duduk Terlalu Lama dan Akibatnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News