kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Freeport Indonesia akui proyek smelter tembaga belum ada perkembangan signifikan


Kamis, 15 Oktober 2020 / 16:46 WIB
Freeport Indonesia akui proyek smelter tembaga belum ada perkembangan signifikan
ILUSTRASI. Proyek smelter tembaga yang digarap PT Freeport Indonesia (PTFI) belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek smelter tembaga yang digarap PT Freeport Indonesia (PTFI) belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. PTFI masih menghadapi kendala imbas pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia.

Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama menyampaikan, berdasarkan hasil verifikasi oleh pihak verifikator independen, pengerjaan proyek smelter PTFI di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur baru mencapai 5,86% hingga bulan Juli 2020 atau jauh di bawah target sebesar 10,5%. Wabah Corona membuat proses pengerjaan proyek tersebut berjalan lambat sepanjang tahun ini.

“Saat ini tidak ada kegiatan fisik yang signifikan di lapangan, kecuali kegiatan seperti menyiapkan tes piling,” imbuh dia kepada Kontan.co.id, Kamis (15/10).

Ia menambahkan, PTFI bersama pihak kontraktor serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan pengaturan (adjustment) yang diperlukan sehubungan dengan dampak Covid-19 terhadap pengerjaan proyek smelter tersebut.

Baca Juga: Smelter merugikan, Bos Freeport: PT Smelting saja baru beri deviden setelah 20 tahun

Dengan kondisi demikian, wajar apabila PTFI mengajukan permohonan penundaan penyelesaian smelter tembaga selama 12 bulan menjadi akhir tahun 2024.

Akan tetapi, sejumlah pihak sebenarnya sudah mendesak agar proyek smelter tembaga ini diselesaikan tepat waktu di bulan Desember 2023 mendatang. Dalam berita sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno meminta Ditjen Minerba Kementerian ESDM untuk tidak mengabulkan penundaan yang diajukan PTFI.

Komisi VII DPR RI juga meminta pemerintah agar tidak memberikan relaksasi, sehingga target penyelesaian smelter tersebut bisa diimplementasikan pada tahun 2023 nanti.

Pihak Kementerian ESDM sendiri juga menunjukkan sinyal tidak mengabulkan permohonan PTFI agar proyek smelter tembaga di Gresik ditunda penyelesaiannya ke akhir tahun 2024. “Tidak ada tanggapan, masih harus selesai di Desember 2023,” ujar Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak saat dihubungi Kontan.co.id, 30 Juli 2020 silam.

Menanggapi hal itu, Riza menyatakan pihaknya tetap menunggu jawaban yang benar-benar resmi dari pemerintah. Yang jelas, dengan kondisi pandemi seperti saat ini, PTFI masih kesulitan untuk melanjutkan proyek dengan nilai investasi mencapai US$ 3 miliar tersebut.

“Kontraktor-kontraktor kami belum bisa melakukan pekerjaan pembangunan karena pandemi,” ujar dia.

Sebelumnya, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas pernah menegaskan bahwa proyek smelter tembaga PTFI merupakan proyek yang merugikan. Ia menyebut, smelter akan mendapat pemasukan dari Treatment Charge and Refining Charge (TCRC).

Saat ini, harga TCRC yang hampir berlaku di seluruh dunia berkisar di level US$ 20 sen—US$ 24 sen per ton tembaga. Nilai tersebut tidak berubah dalam 20 tahun terakhir. Namun, saat pandemi Covid-19 merebak di bulan Maret lalu, harganya justru turun ke level US$ 18 sen per ton tembaga.

Dengan kebutuhan investasi proyek smelter tembaga yang mencapai US$ 3 miliar, Tony menghitung bahwa nilai TCRC yang layak secara keekonomian harus mencapai level US$ 60 sen per ton tembaga.

“Ya memang rugi. Kalau proyek rugi saya bilang untung kan menyesatkan. Sedangkan kalau kita smelt di tempat lain kan US$ 20 sen cukup. Jadi akan ada selisih US$ 40 sen yang harus menjadi beban PTFI,” ujar Tony pada 4 September 2020 lalu.

Selisih tersebut diperkirakan bisa mencapai US$ 300 juta per tahun. Menghitung masa izin PTFI selama 20 tahun ke depan, maka secara kumulatif selisih itu akan menjadi sekitar US$ 6 miliar. “Ditambah dengan pembangunan sebesar US$ 3 miliar, kira-kira US$ 10 miliar,” jelas Tony.

Sekadar catatan, ketika beroperasi, smelter ini akan menghasilkan 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Smelter ini merupakan bagian dari upaya hilirisasi di sektor tambang mineral yang terus digalakkan oleh pemerintah.

Selanjutnya: Selain Freeport, ini smelter tembaga yang sudah dan akan dibangun di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×