Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Freeport Indonesia (PTFI) masih mendiskusikan dua topik utama bersama pemerintah Indonesia.
Seperti diketahui, izin ekspor konsentrat tembaga Freeport Indonesia bakal berakhir pada Mei 2024.
Sementara itu, merujuk pada kelanjutan izin ekspor konsentrat tembaga dan pengenaan bea ekspor sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 yang mengatur tentang bea keluar bagi perusahaan pertambangan.
EVP External Affairs Freeport Indonesia Agung Laksamana menjelaskan, pihaknya masih melakukan diskusi dengan pemerintah untuk dua topik tersebut.
"Kami masih terus berdiskusi dengan Pemerintah untuk mencari penyelesaian terbaik untuk kedua isu tersebut," kata Agung kepada Kontan.co.id, Senin (12/2).
Baca Juga: Freeport-McMoran Tunjuk Kathleen L. Quirk Gantikan Richard Adkerson Sebagai CEO
Dalam laporan akhir tahun 2023 Freeport-McMoRan, PTFI berencana untuk mengajukan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda pasca izin ekspor berakhir di Mei 2024.
"PTFI sedang berkordinasi dengan pemerintah Indonesia untuk memperoleh persetujuan untuk melanjutkan ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda sampai proyek smelter beroperasi penuh dan mencapai kondisi operasi yang telah direncanakan," demikian dikutip dalam laporan tersebut.
Selain berkordinasi soal izin ekspor, PTFI kini juga masih terus membahas soal pengenaan bea keluar ekspor yang diberlakukan.
PTFI menjelaskan, ketentuan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) menyatakan tidak ada pengenaan bea keluar untuk pembangunan smelter yang telah melampaui 50%.
Baca Juga: Produksi Emas dan Tembaga Freeport Indonesia Naik di 2023
Konstruksi Smelter Manyar yang kini telah melebihi 90% pun diharapkan menjadi pertimbangan dalam penilaian di masa mendatang.
Dalam regulasi bea ekspor yang baru, PTFi dikenakan besaran bea ekspor sebesar 7,5% untuk konsentrat tembaga pada semester II 2023.
"PTFI telah dikenakan bea ekspor sebesar US$ 307 juta pada paruh kedua tahun 2023, dari jumlah tersebut, sebesar US$ 160 juta dikenakan pada kuartal keempat 2023 berdasarkan revisi peraturan tersebut," bunyi laporan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News