Reporter: Azis Husaini, Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Harapan Indonesia untuk mendapatkan dividen dari hasil kinerja PT Freeport Indonesia di tahun 2014 bakal kembali pupus. Perusahaan tambang itu tidak lagi memberikan bagi hasil dividen kepada para pemegang sahamnya lantaran masih fokus untuk investasi tambang bawah tanah (underground mining).
Dengan demikian, kebijakan untuk tidak memberikan dividen ini merupakan tahun ketiga bagi pemerintah menahan dahaga atas bagi hasil dividen Freeport. Terakhir, tahun pada 2011, pemerintah masih mengantongi dividen sebesar US$ 202 juta atau senilai Rp 1,76 triliun.
Daisy Primayanti, juru bicara Freeport Indonesia, mengatakan, keputusan tidak lagi memberikan dividen pada kinerja 2014 kepada para pemegang saham lantaran pihaknya masih fokus menyelesaikan proyek undergrond. Maklum, proyek tersebut membutuhkan investasi besar senilai US$ 15 miliar.
Meskipun tidak memberikan dividen, Freeport mengklaim tetap memberikan kontribusi yang positif kepada Pemerintah Indonesia berdasarkan hasil kinerja operasi pada 2014 lalu. Yakni, berupa pembayaran royalti emas, tembaga, dan perak senilai US$ 118 juta, serta pembayaran pajak dan non pajak senilai US$ 421 juta.
"Tahun kinerja 2014, Freeport kembali tidak bisa membayar dividen, karena arus kas kami negatif sehingga perlu meminjam dana kepada Freeport McMoRan untuk kegiatan tambang dan komitmen investasi, " ujar Daisy kepada KONTAN, Rabu (13/5).
Asal tahu saja, komposisi saham di PT Freeport Indonesia mayoritas dipegang Freeport McMoRan dengan porsi 90,64% saham. Sementara, Indonesia hanya memiliki saham sebanyak 9,36%.
Berdasarkan laporan keuangan tahunan Freeport McMoRan 2014, Freeport Indonesia memperoleh pendapatan senilai US$ 3,07 miliar, atau turun 25% dari tahun sebelumnya senilai US$ 4,09 miliar. Sedangkan laba usaha mencapai US$ 719 juta, atau turun dari tahun 2013 senilai US$ 1,4 miliar.
Anehnya, pada tahun buku kinerja Freeport McMoran 2012, 2013, dan 2014, Freeport McMoran tetap saja membagikan dividen ke pemegang saham. Pada 2012 membagikan US$ 1,25 per saham, tahun 2013 sebesar US$ 2,25 per saham, dan tahun 2014 sebesar US$ 1,25 per saham.
Menteri BUMN Rini Soemarno bilang, dirinya belum mengetahui keputusan tersebut. "Nanti saya cek mengenai itu," kata Rini. Saat ini pemerintah masih tetap berupaya agar Freeport tetap memberikan kontribusi dividen kepada pemerintah Indonesia.
Kementerian BUMN menargetkan pemasukan dari dividen Freeport Rp 1 triliun. "Saya belum lihat upaya apa saja itu, namun pada dasarnya kami mendorong Freeport membayar dividen," kata Rini.
Jadi catatan buruk
Ketua Working Group Kebijakan Publik Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso menyatakan, pemerintah harus memiliki cara untuk menekan agar Freeport tetap memberikan dividen. "Saya perkirakan Freeport tak akan membagi dividen sampai 2017, kan proyek tambang bawah tanahnya baru beres 2017," ujarnya.
Dia meminta, agar pemerintah memberikan catatan buruk itu dalam menentukan kepastian kontrak Freeport yang habis pada 2021 nanti. "BUMN kita mampu, tenaga profesional kita ada, duit ada, putus saja kontrak dengan Freeport," imbuh dia.
Budi bilang, pemerintah mesti belajar dari kasus Inalum. Selama 30 tahun pemerintah tidak mendapat dividen, namun ketika Inalum sudah menjadi milik Indonesia, pendapatannya meningkat dan masuk kas negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News